REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengaku terbatas kewenangan dalam menghukum pegawai pelaku pungli rutan. Sebab Dewas KPK hanya bisa memberi sanksi etik terberat berupa permintaan maaf kepada pegawai berstatus ASN.
KPK merasa tersandera dengan status ASN yang kini disematkan kepada pegawai KPK pasca revisi UU KPK. Dengan status itu, pegawai KPK tak bisa langsung dipecat oleh Dewas KPK.
"Karena memang sudah beda hukumnya, beda aturannya. Kan tidak mungkin melampaui kewenangan dan aturan yang ada," kata Juru Bicara KPK Ali Fikri kepada wartawan, Rabu (21/2/2024).
Ali menjelaskan putusan Dewas dieksekusi dalam tujuh hari kerja sesuai aturan internal KPK. Eksekusi ini sedang berproses dengan KPK membentuk tim dari unit Biro SDM, Biro Umum, dari Biro Hukum, Inspektorat KPK.
"Untuk membentuk satu tim menindaklanjuti baik itu putusan Dewan Pengawas KPK, Kemudian menindaklanjuti untuk penerapan hukuman disiplin dan kemudian Kedeputian lain yaitu dalam hal ini Kedeputan Penindakan dan Eksekusi melakukan proses penyidikannya begitu ya," ujar Ali.
Ali mengingatkan masyarakat untuk terus memantau hasil akhir dari perkara etik ini. Ali menjamin proses ini masih belum selesai pasca putusan Dewas KPK karena perlu ditindaklanjuti lagi.
"Jadi membacanya keseluruhan dari kejadian di rutan cabang KPK ini harus utuh. Jangan kemudian hanya dipotong melihatnya dari sisi putusan Dewas dan dianggap selesai itu keliru," ucap Ali.
Diketahui, Dewas KPK menjatuhkan sanksi etik berat terhadap 78 pegawai KPK. Mereka terjerat kasus pungli di Rumah Tahanan (Rutan) KPK. Adapun 12 pegawai lainnya lolos dari sanksi etik karena diduga melakukannya sebelum Dewas KPK ada.
Mereka yang disanksi melakukan pelanggaran etik dan perilaku sesuai Pasal 4 Ayat (2) huruf b Peraturan Dewas KPK Nomor 03 Tahun 2021 tentang Penegakan Kode Etik dan Kode Perilaku KPK. Dalam Peraturan Dewas KPK, sanksi berat yang dijatuhkan bagi pegawai memang berupa permintaan maaf secara langsung. Hal ini berdasarkan Pasal 11 Ayat (3) Peraturan Dewas KPK Nomor 03 tahun 2021.
Dewas KPK memutuskan tak ada hal-hal yang meringankan bagi para terperiksa. Tapi Dewas KPK mencantumkan sejumlah hal memberatkan yaitu perbuatan para terperiksa dilakukan terus menerus, merusak kepercayaan publik terhadap KPK, perbuatan para terperiksa tak mendukung pemberantasan korupsi.
Awalnya, kasus pungli ini didapati Dewas KPK lewat temuan awal hingga Rp 4 miliar per Desember 2021 sampai Maret 2023. Uang haram tersebut diduga berhubungan dengan penyelundupan uang dan ponsel bagi tahanan kasus korupsi.
Dewas KPK lantas melakukan rangkaian pemeriksaan etik. Dari proses itu, ditemukan jumlah uang pungli di Rutan KPK ditaksir di angka Rp 6 miliar sepanjang tahun 2018-2023.
Untuk menyelundupkan ponsel ke dalam rutan KPK, tahanan wajib menebusnya dengan uang sekitar Rp 10 juta hingga Rp 20 juta. Parahnya lagi, ada uang bulanan yang wajib dibayarkan.
Dalam perkara etik ini, Dewas KPK pun mengantongi 65 bukti berupa dokumen penyetoran uang dan lainnya. Mereka menerima uang agar tutup mata atas penggunaan ponsel di dalam Rutan KPK.