REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Sejumlah negara mengungkapkan kekecewaannya setelah Amerika Serikat (AS) memveto rancangan resolusi Dewan Keamanan PBB yang diusulkan Aljazair mengenai seruan gencatan senjata dalam perang Israel di Gaza. AS memveto resolusi yang didukung 13 anggota Dewan Keamanan lainnya dan hanya Inggris yang abstain.
Pemungutan suara Dewan Keamanan terbaru merupakan veto ketiga AS dalam gencatan senjata perang Israel di Gaza. Sebelumnya Washington memveto resolusi seruan gencatan senjata yang diusulkan Rusia pada bulan Desember dan resolusi jeda kemanusiaan pada bulan Oktober.
Aljazair menggambarkan penolakan AS untuk menyerukan gencatan senjata sebagai "persetujuan menimbulkan kelaparan sebagai alat perang." Banyak laporan yang mengungkapkan populasi Gaza berada di ambang kelaparan.
Duta Besar Aljazair di PBB Amar Bendjama menyampaikan pidato di depan Dewan Keamanan PBB. Ia menolak pemindahan warga Palestina dari Gaza dan menyerukan gencatan senjata.
"Semua pihak yang menghalangi seruan tersebut harus meninjau kembali kebijakan dan perhitungan mereka karena keputusan yang salah hari ini akan berdampak pada kawasan dan dunia kita besok. Dan biaya ini akan berupa kekerasan dan ketidakstabilan," kata Amar Bendjama seperti dikutip Middle Eye East, Kamis (22/2/2024).
Cina dan Rusia juga mengkritik kebijakan AS. Duta Besar Rusia untuk PBB Vasily Nebenzia menyebut veto itu sebagai "lembaran buruk lainnya dalam sejarah Dewan Keamanan." Ia mengatakan, AS dengan aktif mewujudkan apa yang ia sebut "rencana tidak manusiawi" Israel untuk Gaza. Rencana-rencana ini menurut Nebenzia bertujuan untuk "membersihkan" wilayah Palestina.
Cina menyebut, veto AS ini "mengecewakan." Kantor berita Xinhua pun mengutip perwakilan Cina untuk PBB Zhang Jun yang mengatakan tujuan AS tidak "berbeda dari memberi lampu hijau untuk melanjutkan pembantaian."
Hal senada disampaikan Presiden Palestina Mahmoud Abbas yang mengatakan veto tersebut merupakan "lampu hijau bagi pendudukan Israel untuk melanjutkan agresinya terhadap warga Gaza dan melancarkan serangan berdarah terhadap Rafah."
Sementara Inggris abstain, Prancis yang mendukung resolusi tersebut, mengatakan mereka akan terus mendorong gencatan senjata dan pemulangan sandera Israel yang ditahan kelompok-kelompok Palestina. "Prancis menyesalkan resolusi yang menyerukan gencatan senjata di Gaza tidak dapat diadopsi, mengingat situasi yang sangat buruk di lapangan," kata Utusan Perancis untuk PBB, Nicolas de Riviere di media sosial X.
Norwegia juga "menyesalkan" kegagalan untuk mengadopsi resolusi tersebut. Di media sosial X perwakilan Norwegia di PBB mengatakan sangat penting untuk mengakhiri "kengerian di Gaza."