REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Kerugian perekonomian negara akibat kerusakan lingkungan dan ekologi disebut dampak dari penambangan timah ilegal di Provinsi Bangka Belitung yang sudah terlalu lama dibiarkan. Penambangan ilegal itu diduga tidak dilakukan penindakan hukum yang tegas.
Kejaksaan Agung (Kejagung) meyakini selama ini adanya pembekingan terhadap perusahaan-perusahaan yang melakukan eksplorasi penambangan timah yang berkedok resmi, maupun ilegal di tujuh wilayah kabupaten dan kota di provinsi tersebut. Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kuntadi menegaskan, akan menindak para pembuat regulator di tingkat daerah, maupun di level pusat, pun juga kementerian yang melakukan pengawasan.
Hal tersebut dikatakan Kuntadi sebagai bagian dari pengusutan korupsi penambangan timah di lokasi izin usaha penambangan (IUP) PT Timah Tbk. “Terkait dengan penambangan timah ilegal, pembekingan ini sudah sekian lama dibiarkan. Memang mungkin dibiarkan, dan dilakukan hanya penindakan-penindakan skalanya kecil. Bahwa memang baru kali ini, kami (Jampidsus-Kejagung) mengambil tindakan yang skala besar,” kata Kuntadi, Kamis (22/2/2024).
“Terkait dengan regulator, dari pejabat di daerah, juga di instansi pusat (kementerian) tentu saja masih kami evaluasi untuk didalami terus, apakah ditemukan keterlibatan pidananya. Tentu saja yang turut terlibat, turut juga ada pertanggungjawaban hukumnya,” tegas Kuntadi menambahkan.
Jampidsus-Kejagung bersama tim ahli lingkungan dan ekologi dari Institut Pertanian Bogor (IPB) merilis hasil penghitungan kerugian perekonomian negara akibat kerusakan lingkungan dan ekologi dampak dari korupsi penambangan timah di Bangka Belitung sepanjang 2015-2023. Profesor Bambang Hero Suharjo selaku guru besar perlindungan hutan dan ahli lingkungan hidup, salah satu anggota tim, dalam pemaparannya, Senin (19/2/2024) mengungkapkan, nilai kerugian akibat kerusakan lingkungan dari korupsi tersebut mencapai Rp 271 triliun.
Galian tanpa izin...