REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Fenomena angin puting beliung yang terjadi di Kabupaten Bandung dan Kabupaten Sumedang pada Rabu (21/2/2024) menjadi perbincangan publik. Banyak yang menyebutnya sebagai tornado. Namun Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Stasiun Bandung menegaskan fenomena tersebut bukan kategori tornado, melainkan angin puting beliung.
Kepala Stasiun Geofisika Kelas 1 Bandung BMKG Teguh Rahayu mengatakan, fenomena angin puting beliung memiliki skala kekuatan berputar dengan kecepatan kurang dari 70 kilometer per jam. “Sedangkan untuk fenomena tornado kecepatan angin lebih dari 70 kilometer per jam. Kejadian kemarin sore, kecepatan angin tercatat di automatic weather station (AWS) Jatinagor sebesar 36,8 kilometer per jam,” kata Teguh di Bandung, Kamis (22/2/2024).
Dia mengatakan, angin puting beliung terbentuk dari sistem awan cumulonimbus yang memiliki karakteristik akan menimbulkan terjadinya cuaca ekstrem. “Fenomena tornado di perairan dan itu bisa dilihat dari radar. Sedangkan puting beliung yang bisa kita lihat adalah pertumbuhan awan cumulonimbus-nya,” kata dia.
Menurut dia, kejadian angin puting beliung dapat terjadi dalam periode waktu yang singkat dengan durasi kejadian umumnya kurang dari 10 menit. Meskipun begitu, tidak setiap ada awan cumulonimbus dapat terjadi fenomena puting beliung.
“Pertumbuhan awan cumulonimbus pasti dia pemicu akan terjadinya hujan. Dan salah satu dampak dari cuaca ekstrem ya puting beliung ini,” katanya.
Teguh mengatakan tornado sendiri memiliki intensitas lebih dahsyat dengan kecepatan angin hingga ratusan kilometer per jam dengan dimensi yang sangat besar hingga puluhan kilometer. “Kalau tornado pasti dampaknya lebih dari 10 kilometer, sedangkan kejadian kemarin saya rasa hanya 3 sampai 5 kilometer dampaknya,” kata Teguh.
Pihaknya mengimbau bagi siapapun yang berkepentingan untuk tidak menggunakan istilah yang dapat menimbulkan kehebohan di masyarakat. Cukup dengan istilah yang telah dipahami sebagian besar masyarakat di Indonesia.