Jumat 23 Feb 2024 14:09 WIB

Pakar UGM Sebut Penyelesaian Sengketa Pemilu Tetap di MK, Bukan Hak Angket

Hak angket bisa dijadikan mekanisme mengevaluasi pemilu 2024.

Rep: Febrianto Adi Saputro/ Red: Agus raharjo
Pemilu. (ilustrasi)
Foto: Republika/mgrol100
Pemilu. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Pakar Hukum Tata Negara Universitas Gadjah Mada, Yance Arizona, mengatakan sengketa terkait hasil pemilu tidak bisa diselesaikan melalui hak angket DPR. Menurutnya penyelesaian sengketa pemilu tetap bisa dilakukan di Mahkamah Konstitusi (MK).

"Hak angket itu ya untuk membuktikan apakah ada kecurangan netralitas pemerintah memanipulasi pemilu misalkan. Itu bisa melalui hak angket. Apalagi kalau ada indikasi melakukan perbuatan bertentangan dengan peraturan perundang-undangan," kata Yance dalam diskusi bertajuk 'Sepekan Setelah Coblosan: Quo Vadis Demokrasi Indonesia?' di Fisipol Universitas Gadjah Mada (UGM), Jumat (23/2/2024).

Baca Juga

Namun demikian hak angket dinilai tetap perlu dilakukan untuk menunjukkan seberapa besar dugaan kecurangan pemilu dapat dibuktikan. Menurutnya upaya penyelidikan melalui hak angket dengan penyelesaian sengketa di MK merupakan dua hal yang berbeda.

"Menurut saya sih bagus juga dilakukan hak angket itu karena di hitungan-hitungan nggak akan sampai ke impeachment juga. Tapi hak angket itu bisa menjadi satu mekanisme kita untuk mengevaluasi pemilu ini," ujarnya. 

Yance lebih lanjut menjelaskan bahwa hak angket merupakan satu dari tiga hak pengawasan yang dimiliki DPR. Hak angket bisa dilakukan jika diusulkan oleh 25 anggota DPR dari lebih dari dua fraksi. 

"Nanti baru bisa dilakukan angket kalau disetujui setengah dari anggota DPR. Anggota DPR sekarang 575 artinya dia bisa dijalankan kalau didukung oleh 288," ujarnya.

Selain itu, Yance menuturkan salah satu kelebihan hak angket yakni bisa memanggil secara paksa pihak terkait. Sehingga dalam panitia angket bisa kemudian memanggil menteri, KPU, hingga Bawaslu.

"Jadi itu kelebihan hak angket. Jadi sudah mirip-mirip kaya polisi dia nih DPR-nya bisa melakukan upaya paksa dibantu polisi," tuturnya.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement