Jumat 23 Feb 2024 16:07 WIB

MAKI Ingin Adukan Dugaan Pemerasan Terhadap Terdakwa Suap ke Dewas KPK

Terdakwa kasus korupsi mengaku diminta 6 juta dolar AS oleh oknum pegawai KPK.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Agus raharjo
Koordinator Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman menjawab pertanyaan wartawan saat tiba untuk memenuhi pemanggilan oleh penyidik KPK di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (26/4/2022). Boyamin dipanggil KPK untuk diperiksa dalam kapasitasnya sebagai Drektur PT Bumi Rejo dalam penyidikan kasus tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang menjerat Bupati nonaktif Banjarnegara Budhi Sarwono sebagai tersangka.
Foto: ANTARA/Indrianto Eko Suwarso
Koordinator Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman menjawab pertanyaan wartawan saat tiba untuk memenuhi pemanggilan oleh penyidik KPK di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (26/4/2022). Boyamin dipanggil KPK untuk diperiksa dalam kapasitasnya sebagai Drektur PT Bumi Rejo dalam penyidikan kasus tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang menjerat Bupati nonaktif Banjarnegara Budhi Sarwono sebagai tersangka.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) berencana membuat laporan baru ke Dewan Pengawas (Dewas) KPK. Kali ini, MAKI bakal mengadukan dugaan pemerasan yang dialami terdakwa kasus suap Mahkamah Agung (MA) Dadan Tri Yudianto.

Dadan dalam pleidoinya mengaku dimintai uang senilai 6 juta dolar AS atau sekitar Rp 93 miliar oleh oknum pegawai KPK. Uang itu diperuntukkan agar Dadan bebas dari status tersangka. Atas dugaan pemerasan tersebut, Koordinator MAKI Boyamin Saiman mengaku sudah menemui kuasa hukum Dadan. Lewat pertemuan tersebut, Boyamin memperoleh informasi. 

Baca Juga

"Apakah itu benar 100 persen? Belum tentu, tapi saya akan menempuh dari informasi yang saya dapat, akan melapor ke dewan pengawas KPK untuk ditelusuri," kata Boyamin saat dikonfirmasi pada Jumat (23/2/2024).

Boyamin juga bakal melaporkannya ke bagian pengaduan masyarakat KPK. Sebab Boyamin menduga bisa saja ada pegawai KPK nakal yang menyalahgunakan jabatannya. "Kami juga melapor kepada KPK siapa yang diduga meminta uang (USD) 6 juta itu tadi bisa aja itu calo, bisa saja oknum nakal ya kan," ujar Boyamin.

Boyamin mendorong Dewas dan KPK mengecek informasi yang disampaikan Dadan. Boyamin berharap pleidoi Dadan menjadi momentum membersihkan internal KPK dari dugaan pemerasan terhadap terdakwa koruptor. 

"Informasi sekecil apapun tetap dalami karena bisa saja jadi teroris jadi bom. Sama kaya ini kalau tidak dianggap serius dan hanya dianggap angin lalu maka berpotensi akan menjadi bom waktu," ujar Boyamin.

Tercatat, Dadan Tri Yudianto dituntut hukuman penjara selama 11 tahun 5 bulan. Dadan juga menghadapi tuntutan pembayaran denda Rp 1 miliar dan uang pengganti sebesar Rp 7.950.000.000.

Dadan Tri Yudianto diyakini JPU KPK melanggar Pasal 12 huruf a juncto Pasal 18 Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.

Diketahui, Dadan didakwa turut serta menerima hadiah Rp 11,2 miliar dari Debitur Koperasi Simpan Pinjam Intidana/KSP ID, Heryanto Tanaka. Dadan disidang bersamaan dengan eks Sekretaris MA Hasbi Hasan yang terjerat kasus suap yang sama. 

Kasus ini berawal saat Debitur KSP Intidana Heryanto Tanaka mengajukan kasasi ke MA lantaran tidak puas putusan Pengadilan Negeri (PN) Semarang yang membebaskan terdakwa Budiman Gandi Suparman. Heryanto kemudian menunjuk Theodorus Yosep Parera sebagai pengacaranya.

Setelah itu, Heryanto menghubungi kenalannya, yakni eks Komisaris Wika Beton, Dadan Tri Yudianto yang memiliki relasi di MA untuk meminta bantuan mengawal proses kasasi tersebut. Keduanya pun membuat kesepakatan.

Dari komunikasi antara Heryanto dan Yosep Parera ada sejumlah skenario yang diajukan untuk mengabulkan kasasi tersebut. Skenario itu disebut dengan istilah 'jalur atas' dan 'jalur bawah' dan disepakati penyerahan sejumlah uang ke beberapa pihak yang memiliki pengaruh di Mahkamah Agung. Salah satunya adalah Hasbi Hasan selaku Sekretaris Mahkamah Agung.

Selanjutnya, Heryanto memerintahkan Yosep Parera untuk mengirimkan susunan Majelis Hakim tingkat kasasi ke Dadan pada Maret 2022. Lalu, Heryanto bertemu dengan Dadan dan Yosep Parera di Rumah Pancasila Semarang, Kota Semarang, Jawa Tengah sebagai bentuk keseriusan pengawalan kasasi di MA.

Dalam pertemuan itu, Dadan juga sempat melakukan komunikasi dengan Hasbi melalui sambungan telepon. Dia meminta Hasbi untuk turut serta mengawal dan mengurus kasasi perkara Heryanto di MA dengan disertai adanya pemberian sejumlah uang. Hasbi sepakat dan menyetujui untuk turut ambil bagian dalam mengawal dan mengurus kasasi itu.

Setelah terjalin kesepakatan, terdakwa Budiman Gandi Suparman dinyatakan terbukti bersalah di tingkat kasasi dan dipenjara lima tahun. Kemudian, sekitar Maret sampai dengan September 2022 Heryanto mentransfer uang ke Dadan sebanyak tujuh kali dengan jumlah sekitar Rp 11,2 miliar.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement