Jumat 23 Feb 2024 15:44 WIB

Ukraina: Tak akan Ada Lagi Masa Damai di Eropa 

Banyak warga Ukraina yang menyalahkan AS atas keberhasilan Rusia.

Rep: Lintar Satria/ Red: Setyanavidita livicansera
Warga Ukraina memakamkan kerabat yang menjadi korban serangan rudal Rusia
Foto: AP
Warga Ukraina memakamkan kerabat yang menjadi korban serangan rudal Rusia

REPUBLIKA.CO.ID, MUNICH -- Pekan lalu Rusia berhasil merebut Kota Avdiivka di timur Ukraina. Prestasi terbesar Moskow dalam invasinya di Ukraina dalam sembilan bulan terakhir. Kota yang sebelum perang dihuni 30 ribu warga sipil itu lenyap.

Selain itu diragukan apakah perusahaan lokal, pabrik kokas terbesar di Eropa, dapat segera kembali beroperasi. Namun, pendudukan ini memberi Presiden Rusia Vladimir Putin hak untuk membanggakan diri menjelang pemilihan umum yang akan dihadapinya pada bulan Maret.

Baca Juga

Pasukan Rusia mulai menekan pertahanan Ukraina dengan pada bulan Oktober lalu. Setelah serangan balasan Kiev sepanjang musim panas selama tiga bulan berakhir. Rusia juga berjanji akan memberikan pukulan musim dingin kepada Ukraina.

Rusia mengepung kota itu dari utara dan selatan dan selama empat bulan pertempuran yang paling sengit, komandan pasukan Tavria Ukraina, Oleksandr Tarnavskyi akhirnya mengumumkan pertempuran memakan 47 ribu korban jiwa. Ukraina juga kehilangan 364 tank, 248 artileri, 748 kendaraan tempur lapis baja, dan lima pesawat.

Berita ini menjadi pukulan telak bagi sekutu-sekutu Ukraina yang sedang berkumpul di Konferensi Keamanan Munich. "Masa damai di Eropa telah berakhir," kata Menteri Luar Negeri Ukraina Dmytro Kuleba kepada para peserta konferensi seperti dikutip dari Aljazirah, Jumat (23/2/2024).

"Dan setiap kali tentara Ukraina mundur dari sebuah kota di Ukraina karena kekurangan amunisi, pikirkanlah hal ini bukan hanya dalam hal demokrasi dan mempertahankan tatanan dunia. Tetapi juga dalam hal tentara Rusia yang semakin dekat beberapa kilometer ke kota Anda," katanya.

Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy juga memanfaatkan momen ini untuk menekan sekutu-sekutunya untuk memberikan lebih banyak pasokan senjata. "Sayangnya, membuat Ukraina mengalami defisit senjata, terutama defisit artileri dan kemampuan jarak jauh, memungkinkan Putin untuk beradaptasi dengan intensitas perang saat ini. Pelemahan demokrasi yang terjadi dengan sendirinya dari waktu ke waktu ini merusak hasil yang kita capai bersama," kata Zelenskyy di Munich.

Banyak warga Ukraina yang menyalahkan Amerika Serikat (AS) atas keberhasilan Rusia. Karena bantuan militer senilai 60,6 miliar dolar AS untuk Ukraina masih tertahan di Kongres. "Pada 2022, pemerintahan [AS] [Joe Biden] mengajukan permintaan pendanaan pada musim semi, hampir segera setelah invasi," kata direktur Kyiv School of Economics Tymofiy Mylovanov.

"Namun pada 2023, mereka menunggu hingga pertengahan musim gugur untuk mengumumkan apa yang mereka rencanakan untuk diajukan," katanya. "Avdiivka menunjukkan harga yang harus dibayar dari penundaan politik ini: nyawa manusia, wilayah yang hilang, dan mendorong Rusia. Jika itu adalah rencana 'untuk bersama Ukraina selama yang dibutuhkan', maka penundaan bantuan AS hanya memperpanjang perang."

Kunci Rusia memecahkan kebuntuan selama berbulan-bulan di darat tampaknya datang dari udara. "Pasukan Rusia tampaknya membangun superioritas udara yang terbatas dan terlokalisasi untuk sementara waktu dan mampu memberikan dukungan udara dari jarak dekat kepada pasukan darat selama hari-hari terakhir operasi ofensif mereka," kata lembaga think-tank Institute for the Study of War yang berbasis di Washington.

Menteri Pertahanan Rusia Sergei Shoigu mengatakan, pasukan Moskow menggelar 450 serangan udara presisi tinggi pada hari-hari terakhir operasi di Avdiivka. Banyak diantaranya menggunakan bom luncur atau glide bomb, amunisi besar tak bertenaga yang dilengkapi dengan sirip yang dapat diatur agar jangkauannya lebih jauh dari bom inersia biasa dan menyerang dengan presisi yang lebih tinggi.

Seorang tentara Ukraina mengatakan pada tanggal 17 Februari 2024, saja terdapat 60 bom dijatuhkan. Penggunaan kekuatan udara ini harus dibayar mahal. Pekan lalu Ukraina menembak jatuh dua Sukhoi-34 dan Sukhoi-35 di atas Donetsk saat pesawat-pesawat tempur itu melakukan serangan mendadak untuk menjatuhkan bom luncur.

Pada Senin (12/2/2024) pasukan Ukraina menembak jatuh pesawat Sukhoi-34 dan Sukhoi-35 yang menyerang posisi Ukraina dengan bom luncur, dan satu Sukhoi-34 pada Rabu (14/2/2024). Secara keseluruhan, Ukraina mengatakan mereka menembak jatuh tujuh pesawat dalam lima hari.

Tanda-tanda pertama pertahanan Ukraina di sekitar Avdiivka gagal terlihat pada Kamis (15/2/2024), ketika rekaman geolokasi menunjukkan pasukan Rusia bergerak maju ke posisi baru di selatan kota. Pada Sabtu (16/2/2024), panglima tertinggi Ukraina yang baru ditunjuk, Oleksandr Syrskii, mengatakan ia memerintahkan unit-unit Ukraina untuk mundur untuk menghindari pengepungan dan penangkapan.

Rekaman geolokasi menunjukkan pasukan Rusia memasuki Avdiivka di sepanjang jalur kereta api yang melewati tambang di timur laut kota dan ke pabrik kokas di timur. Pada Sabtu malam Rusia mengklaim "menguasai penuh" Avdiivka.

Shoigu juga mengklaim pasukan Ukraina telah mundur dengan sangat kacau, menderita banyak korban tewas, terluka, dan tertangkap. Ia mungkin melebih-lebihkan kasus ini. The New York Times mengutip pejabat Barat yang tidak disebutkan namanya yang mengkonfirmasi sejumlah besar pasukan Ukraina mungkin telah ditangkap. Dua orang tentara Ukraina menyebutkan angka 850 hingga 1.000 orang.

Namun, juru bicara Tavria Group, Dmytro Lykhovyi, mengatakan laporan tersebut dipengaruhi oleh operasi informasi Rusia, dan jumlah sebenarnya yang ditangkap jauh lebih kecil. Belum diketahui apakah Rusia dapat terus mengulangi formula yang sama di daerah lain di front depan. Pekan lalu pasukan Rusia juga meningkatkan serangan mereka di Kota Lyman dan Kupiansk, yang menurut beberapa pengamat merupakan target berikutnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement