REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Dewan Gabungan Pelaku Usaha Peternakan Sapi Potong Indonesia (Gapuspindo) Didiek Purwanto menilai, rencana pemerintah yang akan mengimpor 400 ribu sapi bakalan sangat tepat. Importasi ini demi mencegah defisit daging, terutama menjelang Ramadhan 1445 Hijriah.
Karena apabila impor sapi tidak dilakukan akan terjadi pengurasan besar-besaran sapi lokal. "Akhirnya akan berdampak semakin sulit bagi Indonesia mencapai swasembada daging di negeri yang dijuluki Gemah Ripah Iohjinawi dan Melimpah Sumber Pakan Ternak," kata Didiek disiarkan Antara di Jakarta, Jumat (23/2/2024).
Menurut dia, kebutuhan daging sapi nasional menjelang Ramadhan dan Idul Fitri kerap kali melonjak. Hal tersebut menjadi momen bagi peternak untuk memanen hasil ternaknya.
Namun, pasokan daging sapi nasional tak mampu memenuhi permintaan masyarakat. Terlebih pascainfeksi penyakit mulut dan kuku (PMK) serta lumpy skin disease (LSD) sehingga perlu pengadaan impor sapi bakalan yang tepat waktu guna memenuhi kekurangan tersebut.
Didiek menuturkan bahwa pada 2024 pemerintah telah melakukan analisa konsumsi daging sapi per kapita per tahun sebesar 2,57 kg. Dengan demikian apabila jumlah penduduk saat ini 279.965.000 jiwa maka kebutuhan daging nasional adalah 720.375 ton di tahun ini.
Ia menyebut bahwa berdasarkan data populasi sapi hasil sensus Badan Pusat Statistik (BPS) 2023 tercatat 11,3 juta ekor dan kerbau sebanyak 470,9 ribu ekor. Maka kemampuan produksi lokal untuk memenuhi kebutuhan daging nasional di perkirakan hanya 281.640 ton atau 39,1 persen dari total kebutuhan nasional.
Hal ini, lanjut Didiek, dikarenakan dari stok sapi dan kerbau yang ada tidak semua siap dipotong. Yang bisa diperhitungkan untuk pemenuhan daging adalah sapi jantan dewasa serta betina yang sudah tidak produktif. Sementara sapi anakan (pedet), sapi muda dan betina produktif tidak diizinkan dipotong.
"Dengan demikian secara nasional akan terjadi defisit 453.000 ton atau setara dengan 2,5 juta ekor sapi potong. Kondisi ini dapat kita bahwa Indonesia dalam kondisi yang kritis untuk bisa memenuhi kebutuhan konsumsi daging nasional," ungkap Didiek.