REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Asosiasi Knalpot Seluruh Indonesia (AKSI) Asep Hendro mengungkapkan bahwa penjualan knalpot aftermarket buatan perajin lokal turun drastis hingga 80 persen. Itu terjadi sejak razia knalpot brong gencar dilakukan oleh pihak kepolisian di berbagai daerah.
Knalpot brong umumnya menghasilkan suara bising yang mengganggu dan tidak sesuai dengan regulasi batas kebisingan kendaraan. Batas baku tingkat kebisingan knalpot bermotor menurut peraturan menteri lingkungan hidup dan kehutanan adalah 86 desibel (dB).
"Ini (penjualan) sekarang sudah terjun bebas, bahkan sekarang penurunan penjualannya sudah 70–80 persen," kata Asep di kantor Kementerian Koperasi dan UKM di Jakarta, Jumat (24/2/2024).
Menurut catatan AKSI, penjualan knalpot aftermarket atau yang diproduksi bukan oleh pabrikan kendaraan asli, bisa mencapai 3.000 hingga 7.000 unit per hari dalam kondisi normal. Asep menyebut menurunnya penjualan sekarang ini juga mengancam keberlangsungan para pegawai di industri knalpot aftermarket.
AKSI saat ini mempunyai 20 merek knalpot lokal yang menyerap tenaga kerja hingga 15 ribu orang. Jumlah ini bisa bertambah karena masih ada sekitar 300 perajin knalpot dan merek knalpot yang belum tergabung ke dalam asosiasi. Apabila penjualan terus menurun, Asep menyatakan akan ada potensi pemutusan hubungan kerja (PHK) di industri knalpot ini.
"Jika misalkan dalam jangka waktu tiga bulan ini (berlanjut), mungkin sudah berhenti bahkan bisa di-PHK (karyawannya)," kata Asep.
Untuk itu, Asep berharap pemerintah dapat segera menerbitkan peraturan terkait standar knalpot aftermarket untuk membedakannya dengan knalpot brong yang menimbulkan kebisingan hingga dirazia polisi.