REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Luar Negeri Indonesia Retno Marsudi menyatakan bahwa pemenuhan hak rakyat Palestina untuk menentukan nasib mereka sendiri adalah kewajiban yang berlaku untuk semua (erga omnes obligation).
“Dukungan atau pengakuan apa pun terhadap kebijakan atau praktik Israel yang menghalangi hak rakyat Palestina untuk menentukan nasib sendiri adalah tindakan yang melanggar hukum,” kata Retno saat berbicara di Mahkamah Internasional (ICJ), di Den Haag yang dipantau secara daring dari Jakarta, Jumat.
Retno melanjutkan pendudukan Israel di wilayah Palestina merupakan akibat dari penggunaan kekuatan yang tidak dapat dibenarkan. “Oleh karena itu, pendudukan tersebut sejak awal harusnya melanggar hukum dan terus demikian. Penggunaan kekuatan oleh Israel tidak dapat dibenarkan dengan dalih membela diri,” kata Retno.
Dia juga mengatakan bahwa Israel melakukan aneksasi ilegal terhadap Wilayah Pendudukan Palestina (Occupied Palestinian Territory/OPT). “Berdasarkan hukum, Israel dalam keadaan apa pun tidak boleh mencaplok bagian mana pun dari Wilayah Pendudukan,” ujar Retno.
Tidak berhenti sampai di sana, kata Menlu Retno lagi, Israel juga telah menyatakan bahwa Yerusalem adalah “ibu kota abadi Israel yang tidak terbagi”, menambahkan bahwa tindakan itu tidak hanya melanggar hukum tetapi juga sangat merugikan prospek solusi dua negara.
Selain itu, kebijakan Israel dalam memindahkan penduduknya bertentangan dengan aturan dasar Hukum Humaniter Internasional, dan juga jelas merupakan pelanggaran terhadap Pasal 49 Konvensi Jenewa Keempat di mana Israel menjadi negara pihaknya.
Menlu mengatakan bahwa kebijakan tersebut menunjukkan ketidakpedulian Israel terhadap hukum internasional dan juga menunjukkan niat untuk menjadikan situasi yang ada tidak dapat diubah.
Dia juga mengatakan bahwa Israel telah memperkuat pendudukannya yang berkepanjangan dengan memberlakukan perintah militer terhadap penduduk Palestina yang tidak diterapkan pada pemukim Yahudi Israel.
“Keberadaan rezim hukum terpisah yang diterapkan secara eksklusif pada kelompok masyarakat yang berbeda merupakan sebuah kebijakan apartheid yang merupakan pelanggaran berat terhadap hak asasi manusia,” kata Retno Marsudi pula.