REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (Kemenkop UKM) mengatakan bahwa impor pakaian bekas ilegal hingga saat ini masih marak di Indonesia, sehingga perlu penegakan hukum yang makin ketat.
Deputi Bidang UKM Kemenkop UKM Hanung Harimba Rachman mengatakan bahwa penegakan hukum yang semakin ketat ini penting, karena kegiatan impor ilegal ini dapat mengganggu pasar dalam negeri dan menghancurkan ekonomi nasional.
“Tidak hanya thrifting, impor-impor ilegal juga masih banyak. Kalau saya lihat, kalau dulu dianggap subversif kegiatan, kebocoran itu, karena itu menghancurkan ekonomi kita,” kata Hanung kepada wartawan di kantornya, di Jakarta, Jumat.
Pemerintah telah memperketat aturan impor dengan memindahkan pengawasan barang dari post-border (pengawasan yang dilakukan setelah keluar kawasan pabean) ke border (pengawasan dilakukan di dalam kawasan pabean sebelum barang dilepaskan).
Hanung mengatakan masih perlu waktu untuk melihat apakah kebijakan mengubah post-border menjadi border ini efektif dan berhasil. Sebab, menurutnya, masih banyak penyalahgunaan yang terjadi di lapangan.
“Karena masih banyak juga penyalahgunaan, mungkin fasilitas, itu juga salah satunya perlu dicek, penyalahgunaan fasilitas impor. Mesti kita lihat,” ujarnya.
“Seharusnya itu penegakan (hukum) dan pengawasannya lebih ketat lagi. Ini demi industri kita, demi bangsa kita,” ujar dia.
Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki pada Senin (19/2) lalu mengatakan bahwa praktik jual beli pakaian bekas impor kembali menjamur di pasaran, meskipun pemerintah sudah melarang peredaran barang bekas impor.
“Mulai muncul lagi. Beberapa UMKM kami di sektor konveksi itu sudah mulai ada keluhan,” ujar Teten.
Menurut Kementerian Perdagangan, nilai barang bekas impor ilegal yang dimusnahkan oleh pemerintah pada 2023 mencapai Rp174,81 miliar.
Komentar
Gunakan Google Gunakan Facebook