REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Hipertensi yang tidak terkontrol bisa memicu terjadinya komplikasi di berbagai organ tubuh. Pada jantung misalnya, dua komplikasi utama dari hipertensi adalah gagal jantung dan penyakit jantung koroner.
"Hampir semua organ yang memiliki endotel pembuluh darah bisa mengalami komplikasi akibat tekanan darah yang tinggi," ujar PIC Konsensus - Kardio Indonesian Society of Hypertension (InaSH), dr Siska Suridanda Danny SpJP(K) FIHA, dalam konferensi pers 18th Scientific Meeting InaSH 2024 di The Ritz-Carlton Jakarta, Mega Kuningan, pada Jumat (23/2/2024).
Pada organ jantung, komplikasi utama yang bisa terjadi akibat hipertensi adalah gagal jantung dan penyakit jantung koroner. Meski keduanya terkesan sama, gagal jantung dan penyakit jantung koroner adalah dua kondisi yang berbeda.
Hipertensi dan Gagal Jantung
Menurut dr Siska, hipertensi pada dasarnya adalah tekanan darah yang tinggi di sistem pembuluh darah tubuh. Di sisi lain, jantung harus memompa darah dan melawan tekanan darah di sistem tesebut.
"Semakin berat kerja jantung, semakin harus ekstra keras dia memompa," jelas dr Siska.
Ibarat binaraga yang dipaksa untuk mengangkat beban setiap hari, otot jantung yang bekerja lebih keras untuk memompa darah lambat laun akan mengalami penebalan atau hipertrofi. Menurut dr Siska, hipertrofi ini adalah kompensasi jantung terhadap kerja yang ekstra keras.
"Namun, lama-kelamaan, penebalan itu tidak bisa mengompensasi tekanan darah yang tinggi," lanjut dr Siska.
Ketika penebalan otot jantung tak lagi bisa mengompensasi, dr Siska mengatakan jantung akan mengalami pembengkakan atau dilatasi. Pada poin inilah, seseorang bisa dikatakan mengalami gagal jantung yang diakibatkan oleh hipertensi.
Hipertensi dan Penyakit Jantung Koroner
Pembuluh darah koroner menjalar di luar otot jantung dan bercabang hingga ke bagian dalam untuk memberi makan otot jantung. Bagian dalam pembuluh darah koroner dilapisi oleh lapisan tipis bernama endotel.
"Pada hipertensi, endotel ini akan mengalami kerusakan," kata dr Siska.
Ketika endotel mengalami kerusakan, molekul-molekul kolesterol jahat bisa lebih mudah untuk menyusup masuk ke dinding pembuluh darah dan menyebabkan aterosklerosis. Aterosklerosis dikenal juga sebagai penumpukan lemak atau kolesterol di dinding pembuluh darah.
Keberadaan aterosklerosis ini dapat menyebabkan penyempitan pembuluh darah. Ketika penumpukan plak ini bersifat stabil, dalam arti menebal namun tidak pecah, kondisi ini dikenal dengan nama sindroma koroner kronik.
"Orang dengan kondisi ini akan mengalami nyeri dada, tidak nyaman di dada, kalau beraktivitas," ungkap dr Siska.