REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA — Masyarakat Indonesia baru saja melaksanakan malam nisfu sya'ban. Masyarakat menghidupkan malam Nisfu Syaban dengan berdzikir bersama, membaca Alquran, dan sholat berjamaah.
Namun ada salah satu tradisi yang cukup unik di masyarakat kita, dan tradisi ini sudah turun temurun dilakukan dari generasi ke generasi. Tradisi ini adalah membawa air minum di malam nisfu syaban.
Ketika masyarakat berangkat ke masjid, mereka tidak hanya membawa alquran dan alat sholat, tetapi juga membawa satu atau dua botol air minum berukuran besar. Setelah melaksanakan sholat maghrib berjamaah, membaca istighfar berjamaah, kemudian bersama-sama membaca surat yasin sebanyak tiga kali, maka selama pembacaan surat yasin, tutup botol air minum akan serempak dibuka.
Masyarakat meyakini bahwa air minum yang telah dibacakan surat yasin akan menjadi lebih berkah. Tidak sedikit juga percaya bahwa air tersebut akan menyembuhkan penyakit.
Tradisi ini pun dilakukan oleh masyarakat di Pamulang, Tangerang Selatan yang pada malam nisfu syaban, Sabtu (24/2/2024) malam, yang membuat masjid tak mampu menampung jumlah jamaah hingga ke jalan-jalan. Masjid dibanjiri oleh jamaah sholat yang membawa botol air minum, bahkan warung-warung yang berada di sekitar masjid turut kebanjiran rezeki karena banyak yang mendadak beli air minum di warung tersebut.
Selain tradisi membawa air minum, ada juga tradisi membawa makanan ataupun cemilan untuk kemudian dibagi-bagikan kepada jamaah yang berada di mushola atau masjid. Tujuannya adalah untuk bersedekah di malam nisfu sya'ban tersebut.
Tradisi ini oleh sebagian kelompok sering dianggap bid'ah. Kendati demikian masih banyak juga yang mempertahankan tradisi tersebut, karena dianggap sebagai tabarruk atau ngalap berkah, yang merupakan salah satu bentuk atau praktik tawasul dan diperintahkan dalam Alquran.
Ketua Lembaga Dakwah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LD PBNU), KH Abdullah Syamsul Arifin atau Gus Aab mengatakan, semua tradisi yang dilakukan pada malam Nisfu Syaban itu diperbolehkan, selama tidak melanggar syariat Islam, seperti bermaksiat atau berbuat dosa lainnya. Sedangkan tradisi membaca yasin, membawa air minum, membagikan makanan, adalah hal-hal yang dianggap tidak melanggar syariat.
“Itu kan tradisi, selama itu dilakukan tidak melanggar syariat kenapa tidak. Apalagi ketika berkumpul kemudian baca yasin bersama, berdoa bersama di situ juga akan ada silaturrahim, ada sedekah,” ujar Gus Aab, kepada Republika.
Ternyata tradisi ini tidak hanya terjadi di tangerang Selatan, namun beberapa daerah lain pun memiliki tradisi yang sama. Misalnya masyarakat di pulau terpencil, Bawean pun memiliki tradisi serupa.
Pada malam nisfu sya'ban, selain membaca surat Yasin sebanyak tiga kali, masyarakat Bawean biasanya akan berbagi-bagikan makanan kepada jamaah di masjid. Tidak tanggung-tanggung, makanan yang dibagikan pun berupa bingkisan nasi kotak atau berkat yang berukuran besar seperti dalam tradisi Maulid Nabi di Pulau Bawean.
Menurut Buya Yahya, malam nisfu syaban adalah malam yang istimewah sehingga sebagai umat Islam perlu menghidupkan malam istimewah tersebut dengan ibadah-ibadah yang mendekatkan diri kepada Allah. Sholat sunnah hajat, sholat sunnah mutlak, tahajud, membaca yasin ataupun mengkhatamkan alquran di malam nisfu syaban pun dibolehkan.
“Jika satu malam disebut sebagai malam istimewah, maka apa yang kita lakukan di malam istimewah itu? Biarpun malam istimewah tapi orangnya berbuat maksyiat, apakah orang itu jadi istimewah? tentu tidak,” kata Buya Yahya.
“Ini, yang mengingkari menghidupkan malam Nisfu Syaban dengan kebaikan, (mengatakan) memang malam nisfu adalah malam yang istimewah tapi bukan berarti kita harus punya amalan khusus. Ini kan aneh. Adanya malam istimewah itu agar kita paham untuk kita istimewakan, bagaimana? Ya kita mendekatkan diri kepada Allah, lakukan satu kebaikan maka tingkatkan kualitas ibadah di malam nisfu syaban, perbanyak istigfar, agar diampuni (dosa-dosanya),” ujar Buya Yahya.