REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah resmi memperpanjang insentif pajak pertambahan nilai ditanggung pemerintah (PPN DTP) untuk perumahan hingga akhir 2024 guna menggenjot efek berganda (multiplier effect) perekonomian.
Hal itu menimbang transaksi di bidang properti merupakan transaksi yang berpengaruh pada sektor ekonomi lainnya. Seperti sektor tenaga kerja, perdagangan material bahan bangunan, dan lain sebagainya.
"Pemerintah berharap melalui perpanjangan insentif ini terjadi peningkatan aktivitas transaksi properti yang akan berdampak positif terhadap aktivitas ekonomi terkait lainnya," kata Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak Kementerian Keuangan Dwi Astuti.
Ketentuan tersebut berlaku untuk penyerahan rumah tapak dan satuan rumah susun dengan harga jual paling banyak Rp 5 miliar. Seperti diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 7 Tahun 2024 yang mulai berlaku tanggal 13 Februari 2024.
PPN DTP diberikan atas dasar pengenaan pajak (DPP) maksimal Rp 2 miliar yang merupakan bagian dari harga jual paling banyak Rp 5 miliar. Misalnya, ketika seseorang membeli rumah seharga Rp 6 miliar, maka dia tidak bisa memanfaatkan insentif PPN DTP karena harga jual melebihi batas yang telah ditentukan.
Sementara, bila dia membeli rumah seharga Rp 5 miliar, maka dia berhak mendapatkan insentif PPN DTP dengan DPP Rp 2 miliar, yakni sebesar 11 persen dikali Rp 2 miliar atau sama dengan Rp 220 juta.
Berdasarkan pasal 7 PMK 7/2024, penyaluran PPN DTP rumah dibagi dalam dua periode. Periode pertama berlaku pada 1 Januari sampai 30 Juni 2024 dengan PPN ditanggung 100 persen dari DPP. Sementara pada periode kedua, yang berlaku pada 1 Juli hingga 31 Desember 2024, PPN yang ditanggung sebesar 50 persen dari DPP.
Kebijakan tersebut hanya bisa dimanfaatkan satu kali oleh warga negara Indonesia (WNI) maupun warga negara asing (WNA). Selain itu, insentif hanya diberikan atas penyerahan rumah tapak baru atau satuan rumah susun baru yang telah mendapatkan kode identitas rumah dari aplikasi Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (KemenPUPR) dan/atau Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat.
Dwi juga menyampaikan, kebijakan ini tetap dapat dimanfaatkan atas penyerahan dengan skema cicilan. Insentif juga dapat dimanfaatkan walaupun pembayaran uang muka atau cicilan pertama telah dilakukan sebelum berlakunya PMK ini asal tidak lebih lama dari pada tanggal 1 September 2023.
Satu syarat lainnya yang perlu diperhatikan adalah rumah tapak atau satuan rumah susun tersebut tidak boleh dipindahtangankan dalam jangka waktu satu tahun sejak penyerahan. "Pemerintah berharap masyarakat dapat memanfaatkan kesempatan ini untuk memiliki rumah sekaligus mendukung geliat ekonomi nasional sektor properti dan sektor-sektor pendukungnya," kata Dwi.