Ahad 25 Feb 2024 21:22 WIB

Upaya Pencegahan Bullying: Siapa yang Harus Terlibat dan Apa yang Harus Dilakukan?

Biasanya para korban bullying merasa bingung dan putus asa.

Rep: Shelbi Asrianti/ Red: Gita Amanda
Ilustrasi Stop Bullying
Foto: Foto : MgRol_92
Ilustrasi Stop Bullying

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Berbagai kasus bullying atau perisakan yang kian terdengar gaungnya di sejumlah tempat perlu segera ditindak untuk memberi pelaku efek jera. Selain itu, berbagai pihak diminta untuk mencegah supaya kasus serupa tidak kembali terulang dan memakan korban.

Praktisi hukum JJ Amstrong Sembiring menyerukan hal tersebut. Lewat pernyataan resminya, Amstrong yang merupakan calon pimpinan (Capim) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2019-2023 mengatakan perisakan harus dihentikan karena dampaknya sangat besar bagi korban, salah satunya ialah dampak psikologis.

Baca Juga

"Biasanya para korban bullying merasa bingung, tidak berdaya, malu, putus asa, dan takut untuk mengungkapkan hal yang terjadi pada diri mereka. Akhirnya para korban memilih untuk diam dan menyimpan sendiri pengalaman tidak menyenangkan tersebut," ujar Amstrong. 

Para korban cenderung merasa bingung bagaimana cara untuk mengungkapkan perundungan atau perisakan yang mereka alami. Sebab, sebagian mungkin tidak memiliki bukti. Kemudian, korban bullying juga kerap berpikir tidak ada orang yang peduli dengan apa yang mereka alami.

Atau, mereka merasa tidak ada yang bisa menolong untuk menghentikan perundungan tersebut. Mereka takut jika mereka melaporkan situasi yang terjadi, pelaku bullying akan melakukan hal yang lebih menyeramkan di kemudian hari.

Anak-anak yang menjadi korban bullying disebut Amstrong cenderung sulit berinteraksi dengan orang lain. Prestasi mereka terancam merosot, kehilangan kepercayaan diri, dan kesehatan mentalnya terganggu. Tidak sedikit yang mengalami gangguan kecemasan, gangguan tidur, gangguan emosi, trauma, keinginan untuk membalas dendam dan depresi.

Korban bullying juga kerap memiliki keinginan melakukan tindakan yang menyakiti diri mereka sendiri, bahkan ada yang nekat mengakhiri hidupnya. Sementara, anak-anak yang menjadi pelaku bullying akan terperangkap dalam peran yang mereka "nikmati dan senangi".

"Mereka tidak dapat mengembangkan hubungan yang sehat dan tidak memiliki empati. Mereka beranggapan bahwa mereka disukai dan disegani. Bahkan, mereka sering berpikir bahwa mereka memiliki kekuasaan terhadap keadaan," ungkap Amstrong.

Menurut Amstrong, jika masyarakat terus menutup mata dan telinga terkait hal ini, maka sifat pelaku bullying dapat menimbulkan insiden lain yang lebih parah di masa yang akan datang. Maka, langkah preventif harus dilakukan untuk mengatasi perilaku bullying.

Guna mencegah dan menghentikan bullying, dibutuhkan kolaborasi, inisiasi, dan peran orang dewasa (orang tua, guru, pengasuh dan pihak lain). Perlu juga dilakukan edukasi kepada anak-anak sedari dini terkait perilaku bullying yang disesuaikan dengan rentang usia. 

Hal ini penting agar anak mengetahui dampak yang akan terjadi apabila mereka melakukan perbuatan bullying. Anak-anak juga perlu diberikan edukasi terkait apa yang harus dilakukan jika menjadi korban bullying. Edukasi bisa dilakukan secara langsung maupun tidak langsung.  

"Misalnya, melakukan kunjungan ke sekolah oleh pihak-pihak yang memiliki wewenang. Kemudian membuat poster terkait bahaya perilaku bullying. Orang tua juga perlu memberikan pendampingan saat anak-anak menyaksikan acara yang memperlihatkan perilaku-perilaku kekerasan yang kemungkinan akan mereka contoh di kehidupan nyata," ucap Amstrong.

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement