REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggelar ajang permintaan maaf secara langsung di hadapan Pimpinan, Sekretaris Jenderal (Sekjen), dan Dewas KPK pada Senin (26/2/2024). Mereka yang meminta maaf ialah 78 pegawai yang disanksi etik berat dalam kasus pungutan liar (pungli).
Walau demikian, ajang permintaan maaf itu dilakukan secara tertutup oleh KPK. Permintaan maaf itu dibacakan oleh para pelanggar etik. Mereka mengakui melanggar etik sekaligus berjanji tak akan mengulanginya.
"Dengan ini saya menyampaikan permintaan maaf kepada Komisi Pemberantasan Korupsi dan/ atau Insan KPK atas pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku yang telah saya lakukan, berupa menyalahgunakan jabatan dan/atau kewenangan yang dimiliki termasuk menyalahgunakan pengaruh sebagai Insan Komisi, baik dalam pelaksanaan tugas maupun kepentingan Pribadi dan/atau golongan," begitulah potongan permintaan maaf dari 78 pegawai KPK pelanggar etik dalam rilis resmi pada Senin (26/2/2024).
Sekertaris Jenderal KPK Cahya H Harefa mengungkapkan kekecewaannya atas tindakan para pelanggar etik. Cahya lantas berpesan normatif agar peristiwa ini tak kembali terjadi.
"Saya selaku Insan KPK merasa prihatin dan berduka karena sebagian dari insan KPK dijatuhi hukuman etik sebagai akibat dari perbuatan yang menyimpang dari nilai-nilai KPK, yaitu integritas, sinergi, keadilan, profesionalisme, dan kepemimpinan," kata Cahya.
Diketahui, sanksi permintaan maaf secara langsung ialah hasil putusan Dewas KPK soal pelanggaran etik yang dilakukan oleh 90 pegawai KPK.
Dari 90 orang, hanya 78 pegawai yang disanksi berat berupa permintaan maaf langsung. Sedangkan hukuman 12 pegawai lainnya menjadi wewenang Sekjen KPK lantaran pelanggaran etik terjadi sebelum Dewas KPK ada. Terlepas dari sanksi etik, KPK berjanji menyeret kasus ini ke meja hijau.
Awalnya, kasus pungli ini didapati Dewas KPK lewat temuan awal hingga Rp 4 miliar per Desember 2021 sampai Maret 2023. Uang haram tersebut diduga berhubungan dengan penyelundupan uang dan ponsel bagi tahanan kasus korupsi.
Dewas KPK lantas melakukan rangkaian pemeriksaan etik. Dari proses itu, ditemukan jumlah uang pungli di Rutan KPK ditaksir di angka Rp 6 miliar sepanjang tahun 2018-2023.
Untuk menyelundupkan ponsel ke dalam rutan KPK, tahanan wajib menebusnya dengan uang sekitar Rp 10 juta hingga Rp 20 juta. Parahnya lagi, ada uang bulanan yang wajib dibayarkan. Dalam perkara etik ini, Dewas KPK pun mengantongi 65 bukti berupa dokumen penyetoran uang dan lainnya. Mereka menerima uang agar tutup mata atas penggunaan ponsel di dalam Rutan KPK.