REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Nilai tukar (kurs) rupiah terhadap dolar AS pada awal pekan ditutup merosot seiring pasar menantikan indeks harga pengeluaran konsumsi pribadi (personal consumption expenditures price index) bulanan Amerika Serikat (AS).
Pada akhir perdagangan Senin (26/2/2024), rupiah tergelincir 32 poin atau 0,21 persen menjadi Rp 15.630 per dolar AS dari sebelumnya sebesar Rp 15.598 per dolar AS.
"Investor kini sedang menantikan indeks harga pengeluaran konsumsi pribadi bulanan AS dan data estimasi kedua data PDB kuartal keempat 2023," kata analis pasar uang Bank Mandiri Reny Eka Putri di Jakarta, Senin (26/2/2024).
Investor juga sedang menunggu data penjualan rumah baru dan tertunda, harga rumah Case-Shiller, PMI Chicago, Indeks Manufaktur Fed Dallas, dan perkiraan awal penjualan grosir dan neraca perdagangan barang.
"Data-data ekonomi AS ini akan mempengaruhi pergerakan valas terutama terkait dengan pergerakan indeks dolar AS," tuturnya.
Menjelang akhir bulan, pasar lebih cenderung mencermati data-data eksternal. Pasar merespons komentar bernada hawkish dari bank sentral AS atau Federal Reserve (The Fed), di mana Gubernur Fed Christopher Waller mengatakan bahwa The Fed harus menunda penurunan suku bunga setidaknya beberapa bulan lagi.
Dari kawasan Eropa, akan ada laporan penting yang akan dirilis pekan ini seperti inflasi dan tingkat lapangan kerja yang akan dirilis untuk Zona Euro, serta negara-negara utama seperti Jerman, Perancis, Italia, dan Spanyol.
Tingkat inflasi tahunan di Kawasan Euro diperkirakan akan turun menjadi 2,5 persen pada Februari 2024, dengan tingkat inflasi inti diperkirakan turun menjadi 2,9 persen, yang merupakan angka terendah sejak 22 Februari.
Sedangkan Kurs Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) Bank Indonesia pada Senin melemah ke level Rp 15.635 per dolar AS dari sebelumnya Rp 15.589 per dolar AS.