REPUBLIKA.CO.ID,GAZA -- Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengatakan masih belum jelas apakah kesepakatan pembebasan sandera akan terwujud. Ia menolak membahasnya lebih lanjut tapi mengatakan Hamas perlu "mengambil keputusan yang masuk akal."
Dalam wawancaranya dengan stasiun televisi CBS, Netanyahu menambahkan ia sudah bertemu dengan stafnya untuk meninjau rencana ganda militer di Rafah yang mencakup langkah untuk mengevakuasi warga sipil Palestina dan operasi untuk menghabiskan batalion Hamas di sana.
"Bila kami meraih kesepakatan, rencana itu akan ditunda, tapi tetap akan dilaksanakan pada akhirnya, bila kami tidak mencapai kesepakatan, kami akan melakukannya," kata Netanyahu pada wawancara Ahad (26/2/2024).
Pada Jumat (23/2/2024) pekan lalu delegasi Israel bertemu dengan mediator Qatar, Mesir dan Amerika Serikat (AS) di Paris, Prancis untuk menegosiasikan gencatan senjata pertama perang Israel di Gaza sejak November.
Penasihat keamanan nasional Israel Tzachi Hanegbi mengatakan pada delegasi itu kembali pada Sabtu (24/2/2024). Mereka memberikan pengarahan pada kabinet perang pemerintah Israel.
"(Dengan dijadwalkannya pengarahan itu) menunjukkan mereka merasa tidak pulang dengan tangan kosong, dari nada yang saya dengar beberapa jam terakhir, kemungkinan ada kemajuan," kata Hanegbi pada stasiun televisi 12 TV.
Hanegbi tidak mengungkapkan detailnya tapi ia mengangguk saat ditanya apakah kemajuan dapat tercapai sebelum bulan Ramadhan yang diperkirakan akan dimulai pada 10 Maret mendatang. Dalam perang-perang sebelumnya bulan suci Ramadhan dianggap waktunya yang tepat untuk gencatan senjata.
Belum ada pernyataan dari Qatar, Mesir atau AS. Israel mengklaim dalam serangan mendadak 7 Oktober lalu Hamas membunuh 1.200 orang dan menyandera 250 orang. Pada Sabtu lalu ribuan orang menggelar malam hening di Tel Aviv untuk para sandera, di dekatnya terdapat unjuk rasa anti-pemerintah. Polisi menangkap lima orang demonstran.
Hamas mengatakan mereka membebaskan 130 sandera bila Israel membebaskan ribuan milisi yang masih dipenjara di Israel. Hamas juga menyerukan gencatan senjata dalam serangan yang sudah menewaskan sekitar 30 ribu rakyat Palestina.