SumatraLink.id – Belum satu kata dan belum satu dalil yang shohih tentang awal mulanya kehadiran ajaran Islam masuk wilayah Lampung. Kedatangan Agama Islam di Lampung ada yang memperkirakan pada abad 15 (masehi), atau ada juga abad 16 dan 17. Semua masih kuat dengan referensi masing-masing, hal itu tak perlu dipersoalkan.
Beragam pendapat tersebut tentu berdasarkan banyak temuan dan aksara yang menyebutkan Islam datang masuk ke Lampung pada abad 15, abad 16 atau abad 17. Selain itu, penyebaran agama ini juga ada yang menyebutkan berasal dari tiga pintu.
Tiga pintu tersebut, yakni arah barat (Minangkabau, Sumatera Barat), dari utara (Palembang, Sumatra Selatan), dan dari arah selatan (Banten). Bahkan, ada juga yang menyebutkan dari pelayaran orang Bugis, Sulawesi ke pesisir Lampung. Semua arah masuknya Islam tersebut masih belum jelas, karena minimnya temuan dan manuskrip yang menyebutkan angka dan tahun.
Koleksi Arkeologi
Berdasarkan data yang diperoleh di Museum Ruwa Jurai Lampung saat pameran bertema "Islam dalam Jalinan Sejarah dan Budaya Sumatera" pada 24 September 2014, setidaknya terdapat 118 koleksi dari delapan museum se-Sumatra, yang notabene berkaitan dengan keberadaan ajaran dan budaya Islam di Sumatra.
Memang, tidak semua provinsi di Sumatra mampu menyajikan koleksi pameran yang lengkap dan utuh. Namun, setidaknya Museum Ruwai Jurai Lampung, selaku tuan rumah, mampu menampilkan sejumlah koleksi tentang mulai masuk dan menyebarnya Agama Islam di provinsi ujung selatan Pulau Sumatra.
Pada tahun anggaran 2005, Museum Lampung mengadakan penelitian koleksi-koleksi arkeologi Islam dan peninggalan-peninggalan budaya Islam di Lampung. Menurut Supriyanto, waktu itu kepala Seksi Pelayanan Museum Ruwa Jurai, zaman Islam merupakan akhir dari zaman klasik Hindu-Budha.
Baca juga: Masjid Jami Al Anwar Saksi Bisu Gunung Krakatau Meletus
"Periode Islam berlangsung pada kisaran abad 13 hingga 18 Masehi," kata Budi di Museum Ruwa Jurai Lampung, beberapa waktu lalu.
Bukti-bukti peninggalan pada masa itu, menjadi bahan koleksi dan penelitian pihak museum. Seperti prasasti, pintu (lawang), bangunan masjid, nisan atau makam raja, alat rumah tangga, pernak-pernik pernikahan, serta naskah kuno atau manuskrip. Penggalian sejarah masuknya Islam pun diteliti dari sumber berita, sumber tertulis, dan koleksi yang ada di museum.
Kedatangan Islam
Menurut silsilah masyarakat Lampung, masuknya Islam di Lampung sekitar 1.500 M - 1.800 M. Zaman baru setelah Hindu-Budha, ini ditandai dengan masuknya Islam Skala Brak (di Lampung Barat).
Hilman Hadikusuma dalam tulisannya "Persekutuan Hukum Adat Abung" menyebutkan, ada empat umpu yang membawa Islam abad ke 14-15 M, dari Sumatra Barat (Sumbar), karena keempat umpu tersebut berasal dari Pagaruyung.
Lalu, ada lagi yang berpendapat masuknya Islam dari pengaruh Aceh, dengan ditemukannya nisan di Kampung Muara Batang, Kecamatan Palas, Kabupaten Lampung Selatan tahun 1971. Nisan ini motifnya sama dengan nisan Malik Al Saleh di Pasai.
Selain itu, masuknya Islam ke Lampung dari Banten. Saat itu, Fatahillah (Sunan Gunung Jati) pada tahun1525, pernah tinggal di Lampung Selatan beberapa lama dan disambut warga setempat, meski agama Hindu masih menyebar.
Sedangkan situs Bojong 1 dan 2 yang pernah diteliti Balai Arkeologi Bandung dipimpin Dr Tony Djubiantono menyebutkan, situs tersebut setelah dieskavasi merupakan komplek perkuburan Islam di wilayah Kabupaten Lampung Timur. Situs ini berpola tekstur dan ornamen kuburan kuno Islam bercorak megalitik.
Menurut Budi Supriyanto, situs Bojong ini merupakan periode budaya pada masa akhir prasejarah hingga masa islamisasi. Selain Bojong, juga terdapat situs Dadak, di Labuhan Maringgai, Lampung Timur. Ini menunjukkan tradisi pemujaan dan budaya kepercayaan ritual megalitik telah ditinggalkan pemeluknya dan beralih ke Islam yang berasal dari Banten sekitar abad 16-17 M.
"Ada tiga masa prasejarah, klasik, dan Islam," jelas Budi.
Baca juga: Masjid Jami Al Anwar Dibangun Perantau Asal Bugis
Ia menerangkan sumber tertulis berupa prasasti yang merupakan pengaruh mubaligh Banten, dan perkawinan politis penguasa Banten (Fatahillah) dengan Puteri Sinar Alam (putri dari Keratuan Pugung, Lampung). Dari peristiwa ini, ditemukan piagam/prasasti Kuripan di Kecamatan Penengahan, Lampung Selatan.
Kemudian, Piagam Bojong atau Prasasti Bohdalung. Budi menuturkan, prasasti Bohdalung beraksara Arab dan Jawa Banten dengan ukuran 37 cm, lebar 22,5 cm dan tebal 5 mm, terdiri dari 32 baris (12 alenia).
"Isinya tentang kesultanan Banten dan hubungan dagang komoditi lada Banten-Lampung," katanya.
Prasasti Bojong (Bohdalung) ditemukan Abu Bakar Hasihan di Desa Bojong. Saat itu, prasasti itu dimiliki Dalom Rusdi, dan museum Lampung sudah membuat replikanya tahun 2005 dan di kawasan purbakala Pugung Raharjo di Kabupaten Lampung Timur.
Aksara Lampung dan Arab
Tak hanya itu, museum Lampung juga memiliki koleksi naskah kuno, seperti naskah yang ditulis di kulit kayu dengan aksara Lampung dan Arab. Selain itu, ditemukan Mushaf Alquran tulisan tangan serta kitab Nahwu dan Fiqih, yang ditulis di kertas dan kulit kayu dengan aksara Lampung dan Arab.
Baca juga: Rumah Panggung Ratusan Tahun Jadi Saksi Budaya Melinting Lampung
"Namun, sayang dari tulisan atau aksara tersebut tidak menampilkan angka tahunnya," ujar Budi.
Koleksi museum Lampung yang mencorakan Islam juga dapat dilihat dari seni hias kaligrafi dan peralatan sehari-hari rumah tangga, serta alat pernikahan, seperti mangkok, talam, piring, teko, dan lehar. Belum lagi, numismatika dan heraldik seperti stempel, medali, dan uang logam. Namun, lagi-lagi, tulisan atau aksara dalam benda-benda tersebut justru tidak menampilkan angka dan tahunnya.
Baca juga: Kain Motif Celugam Khas Lampung Barat Tetap Bertahan
Kejayaan agama Islam, kembali tersebar sejak dibangunnya sebuah masjid (dulu bernama Surau) pada tahun 1839, sebelum Gunung Krakatau meletus pada Agustus 1883. Saat gunung berapi purba di perairan Selat Sunda tersebut meletus, surau tersebut ikut terdampak hancur.
Surau yang sekarang namanya menjadi Masjid Jami' Al Anwar dibangun kembali dalam beberapa masa. Pemugakan dilakukan sejak zaman kolonial, awal kemerdekaan, dan masa orde baru. Kini, masjid bersejarah tersebut masih berdiri kokoh, dan juga masih menjadi tempat ibadah umat Islam di kota Bandar Lampung. (Mursalin Yasland)