Selasa 27 Feb 2024 16:21 WIB

Politisi Jerman Digugat Atas Keterlibatan dalam Genosida di Gaza

Kanselir Olaf Scholz yang dianggap membantu dan terlibat genosida.

Rep: Lintar Satria/ Red: Setyanavidita livicansera
Orang-orang mengambil bagian dalam unjuk rasa pro-Palestina di luar Stasiun Pusat di Milan, Italia, (24/2/2024).
Foto: EPA-EFE/MATTEO CORNER
Orang-orang mengambil bagian dalam unjuk rasa pro-Palestina di luar Stasiun Pusat di Milan, Italia, (24/2/2024).

REPUBLIKA.CO.ID, BERLIN -- Pekan lalu pengacara-pengacara Jerman menggugat sejumlah pejabat tinggi termasuk Kanselir Olaf Scholz yang "membantu dan terlibat genosida" di Jalur Gaza. Kasus ini diajukan atas nama warga Jerman-Palestina yang memiliki keluarga di Jalur Gaza.

Pemerintah Jerman diduga terlibat dalam genosida karena tetap mendukung Israel meski jumlah korban jiwa dalam pengeboman Israel di Gaza sangat tinggi. Kementerian Kesehatan Gaza mengatakan hampir 30 ribu rakyat Palestina tewas dalam serangan Israel sejak operasi militer dimulai 7 Oktober 2023.

Baca Juga

"Kami yang hidup harus mengenang yang mati di Gaza, menceritakan kisah dan perjuangan mereka untuk keadilan," kata peneliti imigran dan salah satu warga Jerman-Palestina yang terlibat dalam kasus ini, Nora Ragab dalam pernyataan yang dikutip Aljazirah, Selasa (27/2/2024).

Motif Ragab dalam kasus ini bersifat politis dan personal. "Bibi dan paman saya di atas 70, seperti kebanyakan orang lanjut usia di Gaza utara, mereka memutuskan untuk bertahan setelah perintah evakuasi dikeluarkan," katanya.

Ketika buldozer Israel tiba pada suatu hari bulan November lalu untuk menghancurkan rumah tetangganya. Paman Ragab keluar meminta para tentara Israel tidak menghancurkan rumah itu karena warga sipil yang damai tinggal di sana.

"Para tetangga melihat semuanya, mereka memberitahu kami, paman saya keluar dengan tangan di angkat tapi tentara tetap menembaknya, ketika bibi saya mencoba menyeretnya masuk ke dalam rumah mereka juga menembaknya," kata Ragab.

Sepupu-sepupu Ragab pulang saat gencatan senjata pada 24 November untuk memeriksa keadaan orang tua mereka. Tapi mereka menemukan paman dan bibi Ragab sudah meninggal di halaman rumah. Pasangan itu berpelukan. Sepupu-sepupunya menghitung 60 luka tembakan. "Ini tanggung jawab saya untuk memastikan orang-orang di Jerman tidak mengalihkan pandangan," kata Ragab.

Kasus hukum ini didukung sejumlah lembaga swadaya masyarakat termasuk European Legal Support Center, Palestine Institute for Public Diplomacy dan Law for Palestine yang berbasis di Inggris. Para pengacara mengajukan gugatan terhadap pejabat yang didukung di Dewan Keamanan Federal setelah putusan Mahkamah Internasional (ICJ) pada bulan Januari lalu. ICJ mengatakan "terdapat kemungkinan" aksi Israel di Gaza termasuk genosida.

Dewan Keamanan Federal Jerman mengarahkan kebijakan keamanan nasional dan memberi wewenang ekspor senjata. Selain Scholz, Menteri Luar Negeri Jerman Annalena Baerbock, Menteri Perekonomian Robert Habeck, Menter Keuangan Christian Lindner dan pejabat lain juga gugat.

Bagi Ragad tindakan menggugat politisi Jerman ini penting. "Tentu tidak akan mengembalikan mereka, tapi kami harus melakukan segalanya untuk mencoba dan menghentikan kekerasan ini. Jerman sebenarnya memiliki tanggung jawab khusus karena sejarahnya. Itulah mengapa Jerman harus menanggapi sedikit saja tuduhan genosida dengan sangat serius, menyelidikinya dan melakukan yang mungkin dilakukan untuk mencegah dan menghukumnya," kata Ragad.

Pengacara yang mengajukan kasus ini kejaksaan, Nadija Samour menjelaskan, gugatan ini tergantung pada tiga poin utama. Pertama pernyataan pejabat pemerintah Jerman pada Israel. Kedua penghentian bantuan dana untuk badan bantuan pengungsi PBB untuk Palestina (UNRWA) sebagai penyedia bantuan utama di Gaza, dan ketiga keterlibatan Jerman dalam mengekspor senjata ke Israel.

Ekspor Jerman ke Israel naik dari 32 juta euro pada tahun 2022 menjadi 303 juta euro tahun lalu. Sebagian besar ekspor tahun lalu disetujui pemerintah Jerman setelah serangan mendadak Hamas ke Israel pada 7 Oktober 2023. Politisi Jerman mempertimbangkan mengirim lebih banyak peluru tank ke Israel.

Samour mengatakan bila jaksa federal menilai kasus ini memiliki dasar hukum mereka akan mulai menyelidiki gugatan ini. Bila tidak mereka harus menjelaskannya. Sejak putusan ICJ, kasus-kasus serupa juga diluncurkan di negara-negara lain.

Satu gugatan terhadap Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden tidak berhasil. Kasus lain di Belanda berhasil dan menahan ekspor suku cadang pesawat F-35 ke Israel. Dua kasus itu dibanding.

Menurut pakar hukum setempat kasus di Jerman kemungkinan tidak akan berhasil. "Saya pikir rute hukum ini tidak akan berhasil, hukum seputar topik ini terlalu rumit," kata profesor hukum internasional University of Bonn, Stefan Talmon.

Talmon menjelaskan, putusan ICJ hanya sementara, sehingga ambang batas pembuktiannya tidak terlalu tinggi. "Sehingga menetapkan (politisi Jerman) bertanggung jawab membantu dan terlibat dalam aksi genosida di wilayah Palestina baginya sangat amat sulit," tambahnya.

Talmon mencatat di masa ada gugatan-gugatan serupa yang berhasil di Jerman. Tapi individu yang terlibat membantu secara langsung. Profesor hukum pidana internasional University of Gottingen, Kai Ambos sepakat dengan pendapat tersebut.

"Kami membutuhkan kejahatan utama untuk memastikan tanggung jawab sekunder," kata Ambos dalam jawabannya melalui email. Ia mengatakan meskipun tidak dapat sepenuhnya dikesampingkan, "kecil kemungkinan [jaksa penuntut federal] akan memulai penyelidikan formal."

Bukan hal yang aneh jika politisi Jerman didakwa dengan cara ini. Selama masa jabatannya, mantan Kanselir Angela Merkel menghadapi 407 dakwaan yang diajukan terhadapnya, termasuk tuduhan membantu dan bersekongkol dalam pembunuhan.

Antara tahun 2021 dan 2023, 55 dakwaan diajukan terhadap Scholz. Sejauh ini jaksa federal menolak untuk menyelidikinya. Menurut Talmon gugatan terhadap pejabat pemerintah pekan lalu lebih merupakan langkah politik. Para pengacara hukum internasional menyebutnya "lawfare."

"Di mana satu pihak, yang biasanya di posisi militer yang tak menguntungkan, menggunakan hukum untuk keuntungan mereka, ini juga cara untuk meningkatkan kesadaran, menarik perhatian media dan menunjukkan pada basis massa politik anda, anda melakukan sesuatu," jelas Talmon.

Contohnya kasus Afrika Selatan terhadap Israel di ICJ. Begitu pula dengan gugatan Ukraina terhadap Rusia baru-baru ini. "Namun, seperti yang dikatakan orang, sesuatu selalu saja ada yang bertahan, dalam masyarakat seperti Jerman, hal ini dapat membantu meningkatkan kesadaran bahwa dunia tidak sesederhana hitam dan putih seperti yang sering digambarkan di sini," kata Talmon.

Pengacara yang terlibat dalam kasus ini mengakui sulitnya lanskap politik di Jerman di mana unjuk rasa pro-Palestina dilarang. Mereka berharap kejaksaan membuka penyelidikan tapi bila tidak mereka juga senang memberikan tekanan pada politisi mengenai kemungkinan mengirimkan peluru tank tambahan ke Israel, kesepakatan yang belum difinalisasi.

Juru bicara pemerintah Jerman mengatakan Jerman percaya Israel memiliki hak membela diri tapi juga harus mematuhi hukum humanitarian internasional. "Pemerintah Jerman tidak menutup mata pada penderitaan besar yang ditimbulkan konflik pada orang-orang di Jalur Gaza, kami menyerukan koridor dan jeda kemanusiaan," katanya dalam pernyataan tertulis.

Mengenai potensi ekspor senjata, ia hanya mengatakan hal tersebut diputuskan "berdasarkan kasus per kasus setelah pertimbangan yang matang". 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement