REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengingatkan pentingnya konservasi bagi macan tutul jawa (panthera pardus melas). KLHK menyebut macan tutul jawa berada dalam keadaan tersudut karena populasi manusia yang semakin meningkat di ekosistem aslinya.
"Sekarang macan tutul itu posisinya tersudut. Kalau di dataran rendah kebanyakan hanya di taman nasional atau suaka margasatwa," ujar Dirjen Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) KLHK Satyawan Pudyatmoko menjawab pertanyaan media di Jakarta, Selasa (27/2/2024).
Jika tidak berada di wilayah khusus untuk konservasi seperti taman nasional dan suaka margasatwa, macan tutul di alam liar kebanyakan berada di dataran tinggi. Padahal, kata Satyawan, macan tutul layaknya manusia kebanyakan biasanya hidup di dataran rendah yang memiliki banyak mangsa dan kaya sumber daya air.
Melihat urgensi situasi tersebut, KLHK akan melakukan survei bekerja sama dengan Yayasan SINTAS Indonesia untuk mendapatkan jumlah pasti dari populasi macan tutul endemik Pulau Jawa itu. Survei dilakukan untuk mendapatkan data dasar yang digunakan dalam pembaruan dokumen Strategi dan Rencana Aksi Konservasi Macan Tutul Jawa.
"Cuma karena yang bagus-bagus sudah diambil manusia, sekarang mereka harus naik ke gunung. Itu pun kita akan ambil nanti. Sehingga survei itu menjadi sangat penting untuk mengonfirmasi sebenarnya seberapa tersudut populasi macan tutul yang ada di Jawa," katanya.
Direktur Yayasan SINTAS Indonesia sekaligus ahli biologi Hariyo Wibisono mengatakan pihaknya mengestimasi populasinya berada di kisaran 319 individu. Namun, data itu merupakan ekstrapolasi dari 11 titik dan belum menggunakan metode yang standar. "Karena lack of data itulah makanya salah satunya menjadi alasan kita akan lakukan survei ini," ujarnya.
Survei macan tutul itu rencananya akan dilakukan melalui 600 unit kamera pengintai yang dipasang di 1.160 stasiun pengamatan di 21 bentang alam meliputi 10 taman nasional, 24 kawasan suaka alam dan 55 kawasan hutan lainnya di Pulau Jawa. Hasil survei selama dua tahun itu diharapkan menghasilkan data dasar status populasi dan preferensi mangsa hewan itu.