REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Seruan boikot terhadap produk kurma Israel kembali menyeruak menjelang bulan Ramadhan. Kurma Israel diduga ditanam di atas tanah rampasan milik Palestina. Bagaimana Israel merampas hak-hak warga Palestina?
Sejak menduduki Tepi Barat Palestina pada 1967, Israel telah mendirikan perkebunan kurma di permukiman ilegal di bagian Jordan. Menurut data Organisasi Pangan dan Pertanian Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), pada 2017, Israel memproduksi 136.956 ton kurma dengan nilai ekspor 181,2 juta dolar AS.
Dikutip dari laman Al Jazeera pada Rabu (28/2/2024), Israel sangat eksploitatif dan sebagian besar operasinya dilakukan di permukiman ilegal sehingga produknya dinilai layak diboikot. Sekitar 40 persen kurma Israel ditanam di permukiman ilegal.
Di bawah tekanan pendudukan militer, industri kurma asli Palestina mengalami kesulitan bersaing dengan kurma Israel yang membanjiri pasar lokal dan internasional. Ada lima perusahaan kurma besar Israel yang mengekspor ke Amerika Serikat dan Eropa yakni Hadiklaim dan mereknya Jordan River dan King Solomon, Mehadrin, Galilee Export Carmel Agrexco dan Agrifood Marketing dengan merek Star Dates.
Hadiklaim, Mehandrin, dan Carmel Agrexco semuanya beroperasi di permukiman Israel di Tepi Barat. Hadiklaim dan Carmel Agrexco menggunakan pekerja anak-anak dan membayar pekerja Palestina di bawah upah minimum.
Jika membeli kurma Medjool (Medjoul) di Eropa atau Amerika, kemungkinan besar kurma tersebut ditanam di permukiman ilegal atau dari Israel. Kecuali jika berasal dari sumber terpercaya Palestina seperti Zaytoun atau Yaffa, kendati tetap perlu memastikannya.
American Muslim for Palestine (AMP) memprakarsai boikot nasional pertama kali terhadap kurma yang diproduksi di permukiman selama Ramadhan 2012. AMP mengikuti seruan warga Palestina pada 2005 untuk melakukan boikot, divestasi, dan sanksi (BDS) dengan mendesak pemilik toko menyingkirkan kurma Israel dari rak mereka.
Menurut data Economic Research Service yang diberikan oleh Departemen Pertanian AS, ekspor kurma Israel ke AS mengalami penurunan signifikan sejak 2015. Sedangkan 10,7 juta kilogram kurma Israel memasuki pasar AS pada 2015-2016, hanya 3,1 juta kilogram yang memasuki pasar AS pada tahun 2017-2018. Boikot ini berhasil dan berdampak buruk pada industri kurma Israel.
Dilansir dari laman IHRC, permukiman Israel yang dibangun di atas tanah yang dirampas dari Palestina telah dinyatakan ilegal oleh Mahkamah Internasional. Sebanyak 60 persen kurma Israel ditanam di permukiman ini, dan merupakan tanaman paling menguntungkan yang memberikan kontribusi signifikan terhadap kelangsungan ekonomi mereka.
Sebanyak 80 persen kurma diekspor, dengan Inggris menjadi pasar terbesar kedua bagi Israel. Israel disebut melakukan penindasan sebagai berikut:
1. Eksploitasi
Permukim Israel diduga mendatangkan pekerja Palestina yang dibayar dengan upah rendah untuk melakukan pekerjaan yang melanggar hukum ini. Pekerjaan ini dinilai tidak manusiawi karena pekerja naik ke pohon kurma dengan derek pengangkat. Lalu dibiarkan di atas pohon kurma yang menjulang setinggi sekitar 12 meter atau setara gedung empat lantai hingga 8 jam, bahkan tanpa perlu istirahat dari toilet.
2. Pekerja anak
Orang-orang Israel disebut lebih memilih mempekerjakan anak-anak, bahkan mengeluarkan izin kerja resmi, karena mereka dapat memanjat pohon lebih cepat. Anak-anak juga dianggap lebih mudah untuk ditipu dan dipermalukan. Agar keluar dari garis kemiskinan yang parah, keluarga-keluarga Palestina terpaksa mengeluarkan anak-anak mereka dari sekolah dan menyerahkannya kepada para pemukim untuk bekerja dengan upah yang sangat murah. Kurma-kurma tersebut terkadang diberi label “diproduksi di Tepi Barat”, padahal ini bukan kurma Palestina.
Mehadrin, eksportir produk segar terbesar di Israel, membanggakan penjualan kurma Medjoul mereka yang meningkat dua kali lipat seiring dengan tingginya permintaan pada bulan Ramadhan. Kurma mereka memiliki nama merek Premium Medjoul, Fancy Medjoul, Royal Treasure, Red Sea, dan Bonbonierra.
Terkadang pada kemasannya tertulis “Ditanam oleh petani Palestina” yang merujuk pada pekerja "budak" Palestina yang ditemukan di perkebunan Israel. Tnovot Field (Field Produce Marketing Ltd) adalah pengekspor kurma Medjool terbesar ke-3 di Israel. Mereknya meliputi Paradise Dates dan Star Dates.
Kini bahkan label "Made in Palestine" tidak lagi menjadi jaminan kurma itu bukan dari Israel. Kecuali jika berasal dari sumber terpercaya Palestina seperti Zaytoun atau Yaffa, yang mana konsumen pendukung Palestina juga tetap perlu waspada.
Baru-baru ini pasar dibanjiri dengan produk yang mencurigakan. Ada kurma Medjool Palestina berbendera Palestina, namun tidak ada rincian perusahaan yang memproduksinya sehingga sulit untuk memverifikasi asal usulnya. Menjual produk makanan tanpa nama/alamat importir/distributor dan negara asal yang benar adalah ilegal. Temuan seperti ini tentu bisa dilaporkan ke pihak berwenang.