REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemilihan Umum (KPU) mulai melakukan rapat pleno terbuka rekapitulasi hasil penghitungan suara pemilihan umum (pemilu) 2024 untuk tingkat nasional pada Rabu (28/2/2024). Rapat pleno itu awalnya dibuka pada pukul 10.30 WIB, tapi diskors karena seluruh anggota KPU harus menghadiri sidang di Dewan Kehormatan Penyelenggaraan Pemilu (DKPP).
Berdasarkan pantauan Republika, rapat pleno kembali dibuka pada sekitar pukul 15.00 WIB. Namun, sejak rapat pleno dibuka, KPU mendapatkan banyak interupsi dari para saksi pasangan calon presiden dan calon wakil presiden dan saksi dari partai politik.
Interupsi itu mayoritas soal penggunaan Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap) yang digunakan KPU sebagai alat bantu penghitungan suara dalam pemilu 2024.
Salah seorang saksi dari pasangan calon Ganjar-Mahfud menyatakan bahwa keberadaan Sirekap justru membuat kegaduhan di seluruh tingkatan rapat pleno. Pasalnya, terdapat perbedaan pemahaman terkait penggunaan Sirekap sebagai alat bantu.
"Ada yang mengatakan jadi dasar (rekapitulasi), ada yang tidak," kata dia dalam rapat pleno terbuka rekapitulasi hasil penghitungan suara tingkat nasional, Rabu sore.
Selain itu, salah satu saksi dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) menilai hasil yang ada dalam Sirekap sebenarnya tak perlu dikoreksi. Pasalnya, hasil dalam Sirekap hanya berfungsi sebagai alat bantu.
Ia juga mempertanyakan tindakan KPU yang sempat menghentikan tahapan rekapitulasi di tingkat kecamatan untuk koreksi data Sirekap. "Dasarnya apa?" ujar dia.
Sementara itu, salah satu saksi dari pasangan Anies-Muhaimin menilai penggunaan Sirekap harus diaudit. Pasalnya, pihaknya mendapatkan informasi aplikasi Sirekap masih banyak kelemahan.
"Makanya kita dari paslon 01 sudah mengingatkan untuk audit nih, apakah aplikasi itu layak," kata dia.
Ketua KPU Hasyim Asy'ari menegaskan bahwa Sirekap hanya berfungsi sebagai alat bantu. Proses rekapitulasi secara berjenjang tetap menggunakan dasar formulir fisik hasil rekapitulasi di tingkat sebelumnya.
"Demikian juga rekapitulasi di tingkat kabupaten/kota, yang digunakan adalah hasil rekapitulasi di tingkat kecamatan. Demikian juga berjenjang sampai tingkat provinsi," kata dia.
Ia menjelaskan, rekapitulasi di tingkat nasional juga menggunakan dokumen hasil rekapitulasi secara fisik di tingkat provinsi dan panitia pemilihan luar negeri (PPLN). Dokumen secara fisik itu yang digunakan sebagai rujukan atau dasar sah dalam proses rekapitulasi berjenjang.
"Jadi nanti forum rekapitulasi di tingkat nasional, yang kita gunakan rujukan utama adalah dokumen hasil penyelenggaraan pemilu di tingkat sebelumnya, PPLN maupun provinsi," kata dia.
Ihwal adanya koreksi hasil pembacaan Sirekap terhadap formulir C Hasil plano, Hasyim mengatakan, itu dilakukan lantaran masih ditemukan hasil pembacaan konversi tidak sesuai.
Sementara, banyak pihak yang menjadikan hasil publikasi dalam website pemilu2024.kpu.go.id sebagai rujukan dalam forum rekapitulasi tingkat kecamatan. Padahal yang digunakan untuk proses rekapitulasi adalah hasil yang ada dari TPS di dalam kotak suara.
"Itu kan bisa menimbulkan pemahaman berbeda terhadap angka. Agar tidak jadi problem, maka kemudian bukan dihentikan secara total (untuk koreksi), kemudian bagi yang prosesnya sudah berjalan dan sinkron datanya tetap berjalan proses rekapitulasi di tingkat kecamatan," kata dia.