REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), Hilman Pujana, membeberkan kesulitan beras premium masuk ke pasar ritel modern. Hilman mengatakan, para produsen beras premium menyebut patokan harga eceran tertinggi (HET) menjadi penyebab utamanya.
"Tadi ada beberapa (produsen beras), curhat lah kenapa mereka agak kesulitan untuk memasok karena ada hambatan ini terkait dengan harga eceran tertinggi," ujar Hilman usai Focus Group Discussion (FGD) bertajuk 'Gejolak Harga Pangan Terutama Beras: Penyebab, Dampak dan Solusi' di kantor KPPU, Jakarta, Rabu (28/2/2024).
Hilman mengatakan, para produsen beras menyebut HET saat ini tidak sesuai dengan biaya produksi yang mengalami peningkatan. Dengan demikian, harga jual beras premium lebih tinggi daripada HET yang ditetapkan pemerintah.
"Jadi mereka tidak bisa suplai ke supermarket karena tidak masuk harga bahan gabahnya untuk mereka produksi sudah di atas Rp 7.000 (per kg), jadi tentunya dengan produksi segala macam nanti akan sampai di retail tidak bakal masuk dan pasti akan di atas HET," ucap Hilman.
Kepada KPPU, lanjut Hilman, produsen beras premium berharap adanya intervensi pemerintah melalui penyesuaian HET beras premium di pasar ritel moderen. Hilman mengatakan Badan Pangan Nasional (Bapanas) akan melakukan kajian ulang HET beras agar bisa kembali membanjiri pasar ritel modern.
"Ini khusus yang premium, yang pasar modern, seperti tadi yang disampaikan di dalam FGD seperti itu, mereka harapannya ada penyesuaian di HET," sebut Hilman.
Hilman menambahkan persoalan kelangkaan sejatinya tidak terjadi di pasar tradisional. Berdasarkan data KPPU, lanjut Hilman, stok beras di pasar tradisional masih mencukupi.
"Kalau berdasarkan tadi informasi yang yang dikumpulkan di pasar tradisional masih tersedia stok, meskipun harganya memang mahal," kata Hilman.