REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN -- Pemimpin Tertinggi Iran Ali Khamenei kembali menegaskan seruannya untuk mengajak warga Iran berpartisipasi dalam pemilihan umum (2/3/2024). Ajakan ini disampaikan di tengah ekspektasi angka partisipasi pemilu akan rendah.
Beberapa pekan terakhir Khamenei mendorong warga Iran untuk ambil bagian dalam pemilihan umum. Sudah lama pemerintah Islam syiah yang berkuasa mengandalkan angka partisipasi pemilih untuk menunjukkan legitimasinya.
Dilansir Alarabiya, Kamis (29/2/2024) berdasarkan jajak pendapat yang digelar lembaga survei milik negara ISPA, pekan ini hanya 38,5 persen responden yang mengatakan mereka "pasti" akan memilih di pemilihan parlemen. "Pemilihan dengan angka partipasi yang tinggi merupakan dasar untuk menyelesaikan masalah dan kemajuan Iran dan salah satu pilar pemerintah efektif negara," kata Khamenei seperti dikutip kantor berita IRNA.
"Siapa pun yang mencintai Iran, Republik Islam, revolusi, kekuatan dan kemajuan nasional akan datang ke tempat pemungutan suara pada Jumat," tambahnya. Pemilihan hari Jumat mendatang akan menentukan anggota parlemen dan Majelis Kepemimpinan Para Ahli atau Majles-e Khebregan-e Rahbari.
Kandidat-kandidatnya dekat dengan Khamenei yang diperkirkan dapat mengamankan kemenangan dalam pemilihan umum tanpa persaingan. Dalam teorinya parlemen bertanggung jawab mengawasi cabang pemerintah eksekutif dan membuat keputusan-keputusan penting.
Tapi, pada praktiknya pengaruh mereka terutama dalam masalah-masalah penting seperti kebijakan luar negeri dan keamanan nasional, kecil. Majelis Kepemimpinan Para Ahli terdiri dari 88 ulama yang memilih, mengawasi dan bila perlu menurunkan pemimpin tertinggi yang memegang kekuasaan penuh pada semua urusan negara Iran.
Khamenei yang berusia 84 tahun sudah menduduki posisi itu sejak 1989. Salah satu faktor yang berkontribusi lemahnya signifikansi pemilihan ini bagi rakyat Iran adalah syarat kandidat yang bersaing di lembaga mana pun harus disetujui Dewan Penjaga, lembaga pemantau pemilu yang anggota-anggotanya baik langsung maupun tidak langsung dipilih pemimpin tertinggi.
Ketidakpuasan yang berasal dari kesulitan ekonomi dan represi politik serta sosial akan mengakibatkan rendahnya angka partisipasi pemilu pada Jumat mendatang. Serupa seperti yang terjadi dalam pemilihan parlemen 2020 hanya hanya 42,6 persen dari total pemilik hak suara.
Terdapat seruan untuk memboikot total dari aktivis dari dalam maupun luar negeri. Jajak pendapat yang dilakukan stasiun televisi pemerintah Iran baru-baru ini mengungkapkan lebih dari setengah responden menyatakan ketidakpedulian pada pemilihan yang akan datang.
Sebanyak 61 juta dari 85 juta populasi memiliki hak memberikan suara. Khamenei mengklaim Amerika Serikat dan Israel "takut (warga) Iran berpartisipasi dalam pemilihan umum dibandingkan apa pun". Ia menambahkan rendahnya angka partisipasi menimbulkan ancaman bagi keamanan nasional Iran.