Jumat 01 Mar 2024 14:34 WIB

Pro Kontra Hak Angket: Membaca Kembali Konstitusi dan Hak Politik

Hak angket merupakan hak politik yang dilindungi konstitusi

Pemilu 2024 (ilustrasi). Hak angket merupakan hak politik yang dilindungi konstitusi
Foto: Republika
Pemilu 2024 (ilustrasi). Hak angket merupakan hak politik yang dilindungi konstitusi

Oleh : DR I Wayan Sudirta SH MH, anggota Komisi III DPR RI Fraksi PDIP

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA- Negara Indonesia adalah negara hukum sebagaimana termaktub dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI) yang perwujudannya diatur dalam Pasal 27 ayat (1) UUD NRI Tahun 1945 yang berbunyi “Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung tinggi hukum dan pemerintahannya itu dengan tidak ada kecualinya”, sehingga setiap warga negara Indonesia memiliki persamaan di depan hukum dan wajib untuk menjunjung tinggi hukum. 

Oleh sebab itu, segala tindakan pemimpin negara, seluruh aparatur pemerintah baik dari atas hingga ke bawah, maupun seluruh warga negara wajib mematuhi seluruh ketentuan atau kaidah dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 

Baca Juga

Dalam konsep negara hukum modern, Pemerintah juga diwajibkan untuk tidak ragu dalam mengambil tindakan tegas terhadap segala pelanggaran hukum, keamanan, dan ketertiban masyarakat demi terwujudnya asas keadilan dan kesamaan di muka hukum.

Memaknai negara hukum modern berbasis prinsip “Rule of Law”, konsep negara hukum modern menurut Julius Stahl mencakup elemen-elemen penting yakni perlindungan hak asasi manusia, pembagian Kekuasaan, Pemerintah berdasarkan undang-undang, dan adanya peradilan tata usaha negara; yang mana kemudian disesuaikan juga dengan prinsip negara hukum (A.V Dicey) yakni hukum sebagai panglima tertinggi (supremacy of the law), persamaan di muka hukum (equality before the law), dan asas legalitas atau kesesuaian dan keadilan mekanisme hukum (due process of law).

Oleh sebab itu, terdapat pembagian kekuasaan dimana negara sebagai cabang kekuasaan eksekutif harus menghormati hak-hak individu dan peraturan, peradilan sebagai cabang yudikatif menyelenggarakan peradilan yang bebas, adil, dan tidak memihak, serta cabang legislatif sebagai penyelanggara kekuasaan pembentukan peraturan perundang-undangan yang merdeka, demokratis, melindungi HAM, transparan, dan menjadi mekanisme kontrol terhadap penyelenggaraan negara.

Melihat polemik belakangan ini yakni terkait Pemilihan Umum (Pemilu) tahun 2024 yang baru saja berlangsung, kini tengah bergulir wacana untuk penggunaan Hak Angket DPR terhadap dugaan penyalahgunaan kewenangan dalam penyelenggaraan Pemilu.

Sebagian masyarakat menganggap bahwa penyelenggaraan Pemilu 2024 lalu sarat dengan kesalahan, kesewenangan, penyalahgunaan kewenangan, dan berbagai pelanggaran lainnya yang dilakukan dengan terstruktur, sistematis, dan masif (TSM).

Hasil Pemilu 2024 lalu bisa jadi dianggap tidak memiliki legitimasi karena pada prosesnya sarat dengan berbagai pelanggaran terhadap Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.

Oleh sebab itu, wacana digulirkannya hak angket sesuai dengan perundang-undangan merupakan sesuatu yang wajar karena pada dasarnya hak angket ini merupakan hak DPR untuk melakukan investigasi terhadap dugaan pelanggaran yang telah dilihat oleh masyarakat dan membutuhkan penjelasan dan/atau perbaikan.

Dalam pembahasan di ruang publik, terjadi pro dan kontra tentang penggunaan hak angket ini. Hal ini tentu wajar mengingat ada pihak-pihak yang diuntungkan dengan penyelenggaraan Pemilu 2024 ini atau memang merasa bahwa hal-hal yang “dituduhkan” bukan merupakan pelanggaran hukum atau tidak memiliki data yang valid.

Mengenai hal ini tentu menarik untuk dibahas lebih lanjut yakni tentang apa saja yang menjadi materi angket yang direncanakan akan digulirkan di DPR tersebut.

Namun sebelumnya di dalam tulisan ini, penulis mengingatkan kembali bahwa penggunaan hak angket adalah hal yang berbeda dengan penyelesaian perselisihan hasil pemilu yang diatur dalam Undang-Undang Pemilu, sebagaimana juga telah dijelaskan oleh berbagai pakar hukum khususnya pakar hukum tata negara. 

Hak angket merupakan hak konstitusional Anggota DPR sebagai representasi rakyat yang diatur dalam konstitusi dan UU MD3 yang tentu dalam pengesahan mekanismenya membutuhkan syarat formil dan materiil angket yang akan dibahas lebih lanjut dalam tulisan ini.

Hak angket merupakan salah satu hak “bertanya” dari DPR terhadap Pemerintah, terlepas dari adanya unsur atau tujuan politis dari Anggota DPR atau Fraksi yang mewakili partai politik.

Menilik dari asal katanya, angket ini merupakan daftar pertanyaan yang dalam hal ini akan ditanyakan ke Pemerintah tentang suatu kebijakan atau pelaksanaan dari undang-undang.

DPR akan menguji pelaksanaan seuah kebijakan Pemerintah dengan prinsip dan ketentuan yang telah diatur dalam undang-undang, sebagai batu ujinya. Sedangkan penyelesaian perselisihan hasil Pemilu merupakan mekanisme formil hukum yang telah disediakan undang-undang untuk menguji hasil dari proses Pemilu yang telah dilaksanakan berdasarkan mekanisme yang telah diatur dalam undang-undang.

Jadi dua hal ini adalah hal yang berbeda. Kita tentu harus menghormati seluruh mekanisme hukum yang telah diatur dalam peraturan perundang-undangan.

 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement