REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat ekonomi syariah, Irfan Syauqi Beik mengatakan, penurunan kinerja rantai pasok halal atau halal value chain (HVC) pada 2023 cukup kontradiktif atau mengalami anomali. Irfan membandingkan dengan kinerja ekonomi Indonesia secara keseluruhan yang relatif cukup baik selama 2023.
"Sebenarnya datanya harus kita lihat lagi, karena kalau kita lihat indikator-indikator ekonomi kan tidak mengalami penurunan, bahkan mengalami peningkatan. Pertumbuhan ekonomi tumbuh di lima persen," ujar Irfan kepada Republika di Hotel Royal Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat (1/3/2024).
Kendati begitu, Irfan menilai perlambatan HVC Indonesia selama 2023 akibat adanya tekanan pada sejumlah sektor fundamental dalam industri halal. Irfan mencontohkan, sektor makanan dan minuman halal yang terkena imbas dari perang Rusia dan Ukraina.
"Contoh yang mengalami tekanan itu halal food, bagaimanapun terkena dampak dari krisis pangan dampak perang Rusia dan Ukraina," ucap Dekan Fakultas Ekonomi dan Manajemen, IPB University tersebut.
Selain makanan, Irfan menyampaikan terjadi perlambatan pada sektor pariwisata ramah Muslim (PRM). Irfan menilai hal ini merupakan efek berkelanjutan dari pandemi yang membuat sektor PRM kembali menata strategi dalam menggaet wisatawan.
"Pariwisata ramah Muslim belum sepenuhnya pulih," sambung Irfan.
Selain itu, Irfan menilai perlunya perbaikan yang fundamental bagi sektor fesyen muslim. Dari aspek definisi, Irfan menyebut perlunya kejelasan tentang fesyen muslim.
"Misalnya, jilbab atau hijab itu harus sampai pinggang atau kalau cukup menutupi bagian bisa masuk kategori itu. Selama menutupi aurat tidak ada masalah, menurut saya," sambung Irfan.
Begitu pun dari sisi motif, Irfan menyebut masih ada pertentangan tentang motif yang bisa membuat fesyen menjadi tidak masuk kategori fesyen Muslim. Irfan mencontohkan adanya kontroversi tentang motif hewan meski hanya dalam bentuk siluet pada fesyen muslim.
"Ini perlu kita perbaiki kena fesyen itu ada trennya atau musimnya. Kita harus bisa mendorong proses adaptasi," lanjut dia.
Selain adaptasi, Irfan mendorong pemerintah lebih aktif memberikan edukasi dan insentif bagi para pelaku usaha di sektor industri halal. Irfan meyakini kehadiran insentif dapat menjadi instrumen yang efektif dalam meningkatkan penetrasi industri halal Indonesia.
"Perlu ada insentif, misalnya bisa insentif pajak dan non-pajak, kemudahan dalam layanan, kepastian hukum, akses ke pasar internasional, masuk ke dalam setiap misi diplomasi perdagangan di luar negeri, itu beberapa insentif yang mesti didorong dan dikembangkan," kata Irfan.