REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) DPR RI menyebut masih mengkaji angka batas parlemen yang tepat untuk diterapkan pada Pemilu 2029. Menurut FKPB masih banyak faktor yang harus dipertimbangkan.
"PKB masih terus mengkaji soal ini karena banyak faktor yang harus dipertimbangkan," kata legislator PKB Yanuar Prihatin saat dihubungi dari Jakarta, Ahad.
Yanuar menjelaskan saat ini pihaknya sedang mempertimbangkan aspek derajat proporsionalitas maupun aspek pembatasan multipartai agar tidak mengarah pada multipartai ekstrem.
"Aspek lain yang harus dipertimbangkan adalah derajat proporsionalitas antara hak suara yang sah dengan derajat keterwakilan di parlemen," ujarnya.
Selain itu, Yanuar mengatakan bahwa pihaknya juga mempertimbangkan aspek kedaulatan rakyat agar suara rakyat nantinya tidak terbuang. "Iya betul, salah satu ciri bahwa pemilu itu menegakkan kedaulatan rakyat adalah semakin sedikitnya suara yang terbuang. Secara matematis tentu harus dihitung dulu supaya bisa ketemu angka toleransi yang membuat jarak antara suara terbuang dengan kursi parpol lebih proporsional," tuturnya.
Yanuar menjelaskan semakin sedikit suara yang terbuang, maka semakin demokratis pelaksanaan dari pemilu itu. "Dan di sini salah satu kunci penting penegakan kedaulatan rakyat. Suara rakyat ada representasinya di parlemen, tidak terbuang," kata Yanuar.
Sebelumnya, MK mengabulkan sebagian gugatan uji materi Perludem terkait ketentuan
ambang batas parlemen sebesar empat persen suara sah nasional yang diatur dalam UU Pemilu.
“Mengabulkan permohonan Pemohon untuk sebagian,” kata Ketua MK Suhartoyo membacakan amar putusan dalam Sidang Pleno MK yang dipantau secara daring di Jakarta, Kamis (29/2).
MK memutuskan, norma Pasal 414 ayat (1) UU Pemilu adalah konstitusional sepanjang tetap berlaku untuk Pemilu DPR 2024 dan konstitusional bersyarat untuk diberlakukan pada Pemilu DPR 2029 dan pemilu berikutnya, sepanjang telah dilakukan perubahan ambang batas parlemen dengan berpedoman pada persyaratan yang telah ditentukan.
Dalam pertimbangan hukum yang dibacakan oleh Wakil Ketua MK Saldi Isra, MK tidak menemukan dasar rasionalitas dalam penetapan besaran angka atau persentase paling sedikit empat persen dimaksud dalam pasal tersebut.
Saldi juga menyebut angka ambang batas parlemen tersebut juga berdampak terhadap konversi suara sah menjadi jumlah kursi DPR yang berkaitan dengan proporsionalitas hasil pemilu.
“Hal demikian disadari atau tidak, baik langsung atau tidak telah mencederai kedaulatan rakyat, prinsip keadilan pemilu, dan kepastian hukum yang adil bagi semua kontestan pemilu, termasuk pemilih yang menggunakan hak pilih. Berdasarkan hal tersebut, dalil pemohon yang pada pokoknya menyatakan ambang batas parlemen dan/atau besaran angka atau persentase ambang batas parlemen yang tidak disusun sesuai dengan dasar metode dan argumen yang memadai pada dasarnya dapat dipahami oleh Mahkamah,” jelas Saldi.