Ahad 03 Mar 2024 17:49 WIB

Ternyata Ulama Sangat Anjurkan Minum Kopi, Begini Penjelasannya

Minum kopi merupakan bagian untuk memperbanyak ibadah.

Ilustrasi sajian kopi.
Foto: Republika/Wihdan Hidayat
Ilustrasi sajian kopi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kopi dalam bahasa Arab disebut qahwah. Konon pada awalnya kopi dikenal sebagai minuman kaum sufi agar tetap terjaga saat malam hari. 

Kopi ini juga telah menjadi minuman yang melekat dalam berbagai budaya di seluruh dunia. Selain sebagai penyegar dan pemberi semangat, kopi juga memiliki kedalaman dalam sejarah dan tradisi, termasuk dalam konteks tasawuf. 

Baca Juga

Dalam tasawuf, tindakan-tindakan sehari-hari dapat dianggap sebagai sarana untuk mendekatkan diri kepada Tuhan. Minum kopi adalah salah satu praktik yang sering kali diselaraskan dengan nilai-nilai tasawuf.

Dilansir dari al-ibar.net, minum kopi pada tradisi tasawuf memiliki beberapa manfaat, di antaranya:

Pertama, kopi dijadikan sebagai pelarut kesusahan.

Hal ini disampaikan oleh Imam Ibnu Hajar al-Haitami yang menyebutkan: 

ثم اعلم ايها القلب المكروب أن هذه القهوه قد جعلها اهل الصفاء مجلبة للأسرار مذهبة للأكدار

Ketahuilah duhai hati yang gelisah, kopi ini telah dijadikan oleh Ahli shafwah (orang orang yang bersih hatinya) sebagai pengundang akan datangnya cahaya dan rahasia Tuhan, penghapus kesusahan.

Maka, kopi ini dianggap sebagai sarana untuk mengatasi atau melunakkan beban kekusahan atau kesulitan yang dialami seseorang. 

Kedua, kopi sebagai ungkapan cinta dan kerinduan.

Umar bin Abdullah Bamakhramah dalam kumpulan sajaknya, Diwan Bamakhramah menyebutkan:

“Dalam gelas kerinduan itu membuat orang yang meminumnya berada dalam tingkatan para perindu dan memakaikannya pakaian ahli pecinta dalam kedekatan kepada Allah. Bahkan jika seandainya diminum oleh seorang Yahudi maka niscaya hatinya akan mendapatkan tarikan hidayah dan inayah Tuhan.” 

 

 

Lihat halaman berikutnya >>>

sumber : Antara
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement