REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mendorong perusahaan manufaktur di Indonesia menerapkan prinsip industri hijau dalam proses produksinya. Itu bertujuan mengutamakan upaya efisiensi dan efektivitas yang mampu menyelaraskan pembangunan industri dengan kelestarian fungsi-fungsi lingkungan hidup.
“Industri hijau memberikan banyak manfaat. Di antaranya mengurangi biaya operasi termasuk penghematan energi dan air, menghemat sumber daya alam yang terbatas, mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan, menjaga keseimbangan ekosistem, serta mendorong pengembangan teknologi yang ramah lingkungan,” kata Kepala Badan Standardisasi dan Kebijakan Jasa Industri (BSKJI) Andi Rizaldi dalam keterangan resmi, Ahad (3/3/2024).
Ia menegaskan, untuk mengatur pemanfaatan sumber daya energi, pemerintah telah menetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2023 tentang Konservasi Energi. Dirinya menyebutkan, tujuan utama dari peraturan tersebut yakni memastikan ketersediaan energi nasional yang berkelanjutan dengan menerapkan teknologi energi yang efisien, pemanfaatan energi yang efisien dan rasional, serta mengedepankan budaya hemat energi.
Sejalan dengan implementasi PP 3/2023, Kemenperin mendukung proyek Boosting Energy Efficiency Practices for the Industrial Sector (BENEFITS). Tujuannya, memperkuat penerapan manajemen energi di sektor industri secara lebih masif untuk mempercepat dekarbonisasi industri dan transisi energi.
“Proyek ini dikelola oleh Indonesian Institute for Energy Economics (IIEE) dengan mitra pemerintah, yaitu Pusat Industri Hijau Kemenperin dan mitra pendukungnya ViriyaENB,” jelas Andi.
Sasaran utama dari proyek ini yaitu membangun Sistem Manajemen Energi di lima industri hingga mencapai kesiapan setidaknya 70-80 persen siap ISO 50001 (pada tahun ketiga).
Selain itu, proyek ini juga melakukan pelatihan Manajer Energi dan Auditor Energi (Level Awareness Seminar) untuk 25 Perusahaan Induk. Proyek BENEFITS juga memberikan asistensi teknis Sistem Manajemen Energi (EnMS) di sektor industri, dengan kriteria konsumsi energi industri setara atau lebih dari 4.000 TOE per tahun.
“Bahkan proyek ini turut mendorong industri agar memiliki pemahaman internal audit. Sekaligus manajemen energi dasar sehingga apabila perusahaan sudah mapan secara finansial dapat menerapkan dan melanjutkan implementasi sistem manajemen energi ke depannya,” jelasnya.
Direktur Eksekutif Indonesian Institute for Energy Economics (IIEE) Didi Hasan Putra menyampaikan, kegiatan utama yang akan dilaksanakan dari proyek BENEFITS. Di antaranya pelatihan level awareness untuk 25 industri, Training of Trainer (TOT) di sektor audit energi untuk 24 Unit Pedukung Teknis (UPT) di Kemenperin, dan studi pendahuluan Indeks Konsumsi Energi (IKE) di lima industri terpilih.
Sementara, Kepala Pusat Industri Hijau Kemenperin Apit Pria Nugraha mengemukakan, proyek BENEFITS sejalan dengan kebijakan dekarbonisasi sektor industri dan konservasi energi nasional. Upaya ini diharapkan dapat berkontribusi untuk meningkatkan efisiensi industri dan daya saing industri.
“Sekaligus juga untuk meningkatkan kesadaran penerapan standar industri hijau. Lalu mendukung penurunan emisi gas rumah kaca (GRK) di sektor industri dalam kontribusi pencapaian net zero emission (NZE) pada 2060 atau khusus untuk sektor industri target NZE dapat diakselerasi terwujud pada tahun 2050,” jelas dia