REPUBLIKA.CO.ID, RAFAH -- Butuh 10 tahun dan tiga kali fertilisasi in vitro atau bayi tabung bagi Rania Abu Anza untuk hamil. Tapi hanya perlu beberapa detik baginya untuk kehilangan dua bayi kembar, laki-laki dan perempuan.
Serangan udara Israel ke rumah keluarga besarnya di Rafah, selatan Kota Gaza pada Sabtu (2/3/2024) malam membunuh putra-putri, suami dan 11 anggota keluarganya. Sementara menurut penyintas dan petugas kesehatan setempat masih terdapat 11 orang yang hilang di bawah puing-puing bangunan.
Ia bangun sekitar pukul 10.00 malam untuk memberikan asi pada putranya, Naeim. Kemudian ia tidur sambil memeluk Naiem di tangan yang satu dan putrinya Wissam di tangan yang lain. Suaminya tidur di samping mereka.
Ledakan terjadi satu jam setengah setelahnya. Rumahnya pun ambruk. "Saya berteriak untuk anak-anak dan suami saya, mereka semua meninggal, ayah mereka membawa mereka dan meninggalkan saya," katanya sambil menangis dan menggendong selimut bayi di dadanya, Ahad (3/3/2024).
Ia memejamkan mata, menyandarkan kepalanya pada dinding dan menepuk gulungan selimut itu dengan sikap tenang yang akhirnya bisa ia lakukan. Sejak perangnya di Gaza serangan udara Israel kerap menghantam rumah keluarga yang dihuni banyak orang. Serangan juga terjadi di Rafah yang Israel sendiri tetapkan sebagai zona aman pada bulan Oktober lalu tapi kini menjadi target serangan darat masif berikutnya.
Serangan-serangan itu biasanya datang tanpa peringatan dan dilakukan pada tengah malam. Israel mengaku mereka menghindari melukai warga sipil dan menyalahkan Hamas atas kematian mereka.
Israel menuduh terowong dan roket peluncur Hamas berada di dekat pemukiman padat penduduk. Israel jarang memberikan komentar pada seranan tertentu yang biasanya menewaskan perempuan dan anak-anak.
Israel tidak memberikan komentar mengenai serangan Ahad kemarin namun mengatakan mereka "mengikuti hukum internasional dan mengambil tindakan pencegah yang dapat dilakukan untuk memitigasi melukai warga sipil."
Direktur rumah sakit tempat korban tewas dan luka dibawa, Dr. Marwan al-Hams mengatakan sebanyak 14 orang tewas di rumah keluarga Abu Anza, enam diantaranya anak-anak dan empat perempuan. Selain anak-anak dan suaminya, Rania juga kehilangan saudara perempuan, keponakan, sepupunya yang sedang hamil dan anggota keluarga lainnya.
Salah satu anggota keluarga itu Farouq Abu Anza mengatakan sekitar 35 orang tinggal di rumah itu. Sebagian mengungsi dari daerah lain. Ia mengatakan mereka semua warga sipil, sebagian besar anak-anak dan tidak ada milisi di antara mereka.
Rania dan suaminya Wissam yang keduanya berusia 29 tahun membutuhkan satu dekade untuk dapat hamil. Dua percobaan bayi tabung gagal tapi yang ketiga berhasil, Rania hamil pada awal tahun lalu. Anak kembarnya lahir pada 13 Oktober 2023.
Ia mengatakan suaminya seorang buruh harian sangat bangga hingga bersikeras menamakan putri mereka dengan namanya sendiri. "Saya tidak cukup banyak bersama mereka, saya bersumpah saya tidak memiliki cukup banyak waktu bersama mereka," katanya.
Kurang dari satu pekan sebelum bayi kembar Rania lahir Hamas menggelar serangan mendadak ke Israel. Israel membalas serangan itu yang kini telah menewaskan lebih dari 30 ribu orang Palestina. Sekitar 80 persen dari 2,3 juta populasi Gaza mengungsi dan seperempatnya terancam kelaparan.
Bulan lalu Kementerian Kesehatan Gaza mengatakan lebih dari 12.300 anak-anak dan remaja Palestina tewas dalam serangan Israel, sekitar 43 persen dari total korban tewas. Anak-anak dan perempuan merupakan sepertiga dari total korban tewas. Kementerian Kesehatan Gaza tidak membedakan warga sipil dan kombatan.
Israel mengklaim sudah membunuh lebih dari 10 ribu pejuang Hamas tapi tidak memberikan buktinya. Pekerja kemanusiaan mengatakan bagi anak-anak yang selamat hidup seperti neraka. Terutama di bagian utara Gaza.
"Rasa tidak berdaya dan putus asa di antara orang tua dan dokter ketika menyadari bantuan yang dapat menyelamatkan nyawa, hanya beberapa kilometer jauhnya, menjadi tak terjangkau, pastilah tak tertahankan, tapi yang lebih buruk tangis para bayi yang perlahan-lahan menghilangkan di depan mata dunia," kata direktur regional Timur Tengah dan Afrika Utara Dana Anak-anak PBB (UNICEF) Adele Khodr dalam pernyataannya Sabtu (2/3/2024) lalu.
Hingga Sabtu, keluarga Abu Anza masih cukup beruntung. Rafah terhindar dari kehancuran besar di Gaza utara dan Kota Khan Younis di selatan, di mana tank-tank dan pasukan darat Israel menghancurkan blok demi blok dengan gelombang serangan udara.
Rafah juga berada di wilayah Gaza yang semakin menyusut, di mana bantuan kemanusiaan masih bisa dikirimkan. Namun Israel mengatakan Rafah akan menjadi sasaran berikutnya, dan sekitar 1,5 juta orang yang mengungsi di sana akan dipindahkan, tanpa mengatakan ke mana.
"Kami tidak punya hak, saya kehilangan orang-orang yang saya sayangi. Saya tidak ingin tinggal di sini. Saya ingin keluar dari negara ini. Saya lelah dengan perang ini," kata Rania.