Selasa 05 Mar 2024 00:14 WIB

KPU Minta Bantuan Jokowi untuk Gelar Pemilu Ulang di Kuala Lumpur

KPU meminta Bawaslu bantuan Presiden Jokowi untuk gelar pemilu ulang di Kuala Lumpur.

Rep: Febryan A/ Red: Bilal Ramadhan
Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asyari. KPU meminta Bawaslu bantuan Presiden Jokowi untuk gelar pemilu ulang di Kuala Lumpur.
Foto: republika
Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asyari. KPU meminta Bawaslu bantuan Presiden Jokowi untuk gelar pemilu ulang di Kuala Lumpur.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI telah menetapkan, pemungutan suara ulang (PSU) di Kuala Lumpur, Malaysia, dilaksanakan pada 9–10 Maret 2024. Hanya saja, pelaksanaannya berpotensi terkendala izin dari Pemerintah Malaysia.

Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari menjelaskan, Pemerintah Negeri Jiran itu punya kebijakan khusus apabila pemerintah negara lain melakukan kegiatan politik di Malaysia. Kegiatan politik yang dilakukan  di premis negara yang bersangkutan seperti kawasan Wisma Indonesia, KBRI, dan KJRI, pengajuan izinnya harus diurus tiga bulan sebelum acara.

Baca Juga

Sementara itu, kegiatan politik yang dilakukan di luar premis, maka izinnya harus sudah dikirim enam bulan sebelumnya ke otoritas Malaysia. Adapun KPU baru menetapkan jadwal PSU di Kuala Lumpur pada 26 Februari 2024 atau delapan hari lalu.

"Oleh karena itu, karena waktunya mepet, kami sudah melaporkan ke Presiden. Kami mohon bantuan fasilitasi supaya ada pembicaraan, katakanlah pada tingkat tinggi antara Presiden (RI) dengan Perdana Menteri Malaysia untuk meminta bantuan fasilitasi sehingga bisa digelar pemungutan suara ulang di Kuala Lumpur," ujar Hasyim kepada wartawan di kantornya, Jakarta Pusat, Senin (4/3/2024).

Sebelumnya, Bawaslu merekomendasikan agar dilakukan PSU di Kuala Lumpur. Sebab, Bawaslu menyimpulkan ada persoalan serius terkait Daftar Pemilih Tetap (DPT).

Bawaslu menemukan bahwa PPLN Kuala Lumpur tidak melakukan pemutakhiran data pemilih atau pencocokan dan penelitian (coklit) terhadap 490 ribu orang dalam Data Penduduk Potensial Pemilih (DP4) dari Kementerian Luar Negeri.

PPLN hanya melakukan coklit terhadap 12 persen WNI dari total WNI dalam DP4. Namun, PPLN Kuala Lumpur menetapkan 447.258 orang masuk Daftar Pemilih Tetap (DPT). Artinya, sebagian besar WNI yang masuk DPT tidak melalui tahapan coklit.

Alhasil, Direktorat Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Bareskrim Polri menetapkan tujuh anggota PPLN Kuala Lumpur sebagai tersangka atas kasus pemalsuan DPT tersebut. Sebelum jadi tersangka, tujuh orang itu sudah lebih dulu dinonaktifkan sebagai PPLN oleh KPU RI.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement