REPUBLIKA.CO.ID, BANDA ACEH -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencabut izin usaha PT Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Aceh Utara karena tingkat kesehatan perbankan tersebut dinilai tidak sehat. Kepala OJK Provinsi Aceh Yusri mengatakan, pencabutan izin usaha tersebut berdasarkan keputusan anggota Dewan Komisioner OJK. Pencabutan izin tersebut untuk melindungi konsumen.
"OJK sesuai keputusan dewan komisioner, mencabut izin usaha PT BPR Aceh Utara yang beralamat di Kota Lhokseumawe, Provinsi Aceh. Pencabutan izin usaha tersebut melindungi konsumen," kata Yusri di Banda Aceh, Senin (4/3/2024).
Yusri menyebutkan pencabutan izin usaha tersebut merupakan bagian tindakan pengawasan yang dilakukan OJK untuk terus menjaga dan memperkuat industri perbankan. Sebelumnya, OJK menetapkan PT BPR Aceh Utara berstatus pengawasan bank dalam penyehatan pada 30 Maret 2023. Penetapan status tersebut dengan pertimbangan tingkat kesehatan yang dinilai predikat tidak sehat.
Selanjutnya, pada 12 Januari 2024, OJK menetapkan PT BPR Aceh Utara berstatus pengawasan bank dalam resolusi. OJK juga telah memberikan waktu kepada direksi dan pemegang saham pengendali melakukan upaya penyehatan.
"Upaya penyehatan termasuk mengatasi permasalahan permodalan. Namun, direksi dan pemegang saham pengendali tidak dapat menyehatkan bank tersebut," kata Yusri.
Selain itu, Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) juga memutuskan untuk tidak melakukan penyelamatan terhadap PT BPR Aceh Utara. LPS juga meminta OJK mencabut izin usaha bank perkreditan rakyat tersebut.
"Dengan dicabutnya izin usaha, maka LPS akan menjalankan fungsi penjamin dan melakukan proses likuidasi sesuai aturan perundang-undangan. Kami juga mengimbau nasabah tetap tenang karena dana di BPR dijamin LPS," kata Yusri.