Senin 04 Mar 2024 22:43 WIB

Perundingan Gencatan Senjata Gaza Disebut Alami Kemajuan Signifikan

Gencatan senjata Gaza diusulkan berlangsung selama enam pekan.

Rep: Lintar Satria/ Red: Didi Purwadi
Warga Palestina mencari jenazah dan korban selamat di reruntuhan bangunan tempat tinggal yang hancur akibat serangan udara Israel di Rafah, Jalur Gaza, Senin (4/3/2024).
Foto: AP Photo/Fatima Shbair
Warga Palestina mencari jenazah dan korban selamat di reruntuhan bangunan tempat tinggal yang hancur akibat serangan udara Israel di Rafah, Jalur Gaza, Senin (4/3/2024).

REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO -- Stasiun televisi Al-Qahera News melaporkan mediator dan pejabat Hamas mencapai kemajuan signifikan dalam perundingan gencatan senjata di Gaza. Perundingan kesepakatan gencatan senjata yang digelar di Kairo, Mesir, sudah memasuki hari kedua.

''Terdapat kemajuan signifikan dalam negosiasi,'' kata stasiun televisi itu, seperti dikutip dari Aljazirah, Senin (4/3/2024).

Perundingan di Kairo dimulai pada Ahad (3/3/2024) tanpa perwakilan Israel. Mesir, Qatar dan Amerika Serikat (AS) berusaha keras untuk mengamankan gencatan senjata yang diusulkan berlangsung selama enam pekan, tercapai sebelum bulan suci Ramadhan pekan depan.

Al-Qahera News yang memiliki koneksi dengan badan intelijen Mesir, mengutip pejabat yang tidak disebutkan namanya. Dia mengatakan Mesir melanjutkan upaya intensif untuk mencapai gencatan senjata sebelum Ramadhan yang diperkirakan dimulai pada 10 atau 11 Maret.

Pengamat politik yang berbasis di Qatar, Hassan Barari, mengatakan pemimpin Hamas di luar Jalur Gaza 'berhak' melakukan negosiasi gencatan senjata seperti pemimpin Hamas di dalam pemukiman yang dikepung itu. Karena, pemimpin Hamas di Jalur Gaza terisolasi dan tidak memiliki komunikasi sama sekali.

"Komunikasi hampir dihancurkan karena semuanya disensor. Pemimpin Hamas di dalam Gaza hampir terisolasi dari dunia karena pengeboman terus-menerus," kata Barari.

"Namun pemimpin politik di luar Gaza berhak untuk maju dengan sebuah kesepakatan bila kesepakatan itu memenuhi permintaan orang-orang di dalam Gaza. Kami tahu garis besar kesepakatan dari sudut pandang Hamas adalah gencatan senjata baik yang permanen ataupun tidak bukan keputusan akhir," tambahnya.

Barari mengatakan kesepakatan yang sedang dinegosiasikan mencakup pertukaran sandera dan bantuan kemanusiaan terutama ke Gaza utara. Bila pemimpin Qatar dan Mesir dapat meraih kesepakatan dengan Israel dalam isu-isu itu, maka menurutnya pemimpin Hamas di dalam Gaza akan senang karena mereka tidak bisa ambil bagian dalam negosiasi dan harus mengandalkan pemimpin di luar Gaza.

Barari juga mengatakan Hamas menolak memberikan nama-nama sandera di Jalur Gaza. Karena, kelompok perjuangan pembebasan Palestina itu menganggapnya sebagai data intelijen.

''Mungkin Hamas akan memberi informasi itu nanti bila sudah ada kesepakatan. Tapi pada titik ini sulit bagi Hamas untuk memberikan (pada Israel) detailnya karena mereka menginterpretasikan ini, bila kesepakatan tidak tercapai, sebagai informasi intelijen yang mereka perlukan,'' kata Barari.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement