REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pangan Nasional menjamin impor beras tidak akan merugikan petani yang memasuki musim panen. Karena impor tersebut dilakukan hanya untuk menambah cadangan beras pemerintah.
"Untuk impor beras, ini hanya untuk cadangan beras pemerintah. Jadi, tidak langsung masuk ke pasar," ujar Direktur Distribusi dan Cadangan Pangan Bapanas Rachmi Widiriani dalam acara bertajuk "Persiapan Ramadan, Kondisi Harga Bahan Pokok" di Jakarta, Senin (4/3/2024).
Dalam rangka mengendalikan peredaran beras impor, Bapanas menugaskan Perum Bulog.
Rachmi menambahkan, pada saat musim panen datang pun, Bulog juga memiliki tanggung jawab untuk membeli produk petani. "Agar NTP (nilai tukar petani) yang saat ini sudah bagus, sudah di angka 120-an, itu tidak turun," ucap dia.
Ia mengatakan, pemerintah memiliki tugas untuk menjaga para petani agar tetap memperoleh keuntungan, sejahtera, dan gembira dengan hasil panennya. Selain itu, kata dia, pemerintah juga harus menjaga kebutuhan konsumen, dalam hal ini masyarakat di Indonesia, agar tetap terpenuhi.
"Jadi, tidak boleh terus impor. Itu membuat petani rugi," kata dia.
Sebelumnya, Arief Prasetyo menyatakan, tambahan impor beras sebanyak 1,6 juta ton bertujuan untuk mencegah risiko kekurangan beras. Ia menyampaikan pemerintah harus memiliki cadangan beras pemerintah (CBP) untuk mencegah kelangkaan, baik yang disebabkan oleh ancaman cuaca maupun produksi dalam negeri yang terganggu oleh hama.
Arief menyebut, antisipasi kelangkaan beras tidak bisa dilakukan secara mendadak, dibutuhkan persiapan hingga tiga bulan ke depan. Oleh karenanya, rencana impor beras menjadi langkah mitigasi untuk memenuhi kebutuhan beras dalam negeri yang mencapai 2,5 juta ton per bulan.
Sementara itu, untuk menggenjot produksi beras dalam negeri, Presiden Joko Widodo telah menyetujui penambahan pupuk subsidi dari 4,7 juta ton menjadi 9,55 juta ton. Kebijakan ini bertujuan untuk mendorong produktivitas pangan.