REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perubahan iklim menjadi salah satu tantangan terbesar Pemerintah dalam menjaga ketahanan pangan. Dengan kondisi cuaca yang semakin ekstrem dan tidak terduga, sektor pertanian menghadapi risiko tinggi gagal panen yang dapat mengancam pasokan dan ketahanan pangan nasional.
Dekan Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya, Prof Dr Ir Ahmad Muslim, M Agr mengatakan mitigasi perubahan iklim menjadi kunci penting dalam menjaga ketahanan pangan. "Mitigasi perubahan iklim itu penting terkait hubungannya dengan ketahanan pangan. Karena perubahan iklim saat ini sangat mempengaruhi pertanian," katanya dalam dialog Forum Merdeka Barat 9 (FMB9) dengan tema ‘Persiapan Ramadhan, Kondisi Harga Bahan Pokok’, Senin (4/3/2024).
Muslim menjelaskan, perubahan iklim menjadi salah satu faktor utama yang membuat Indonesia rentan terhadap penyakit tanaman padi. Oleh karena itu, diversifikasi beras dengan varietas yang lebih sehat juga perlu dipertimbangkan.
Lebih lanjut dia mengatakan, terkait kelangkaan beras yang terjadi akhir-akhir ini sebagai akibat dari kurangnya mitigasi perubahan iklim di Indonesia. Dampak El Nino, erupsi gunung berapi, bencana banjir, limbah, dan perubahan suhu tidak disikapi dengan baik, sehingga menyebabkan kegagalan panen.
"Belum lagi perubahan suhu yang menyebabkan wabah penyakit pada komoditas-komoditas tertentu. Kalau kita memitigasi, kita bisa mengantisipasi sebelum wabah penyakit itu muncul," tambahnya.
Salah satu mitigasi yang bisa dilakukan pemerintah, yakni dengan melakukan berbagai inovasi, misalnya menciptakan bibit unggul yang tahan terhadap cuaca dan wabah. Hal itu penting untuk dilakukan karena mayoritas petani dan peternak di Indonesia masih melakukan semua proses pertanian maupun peternakan dengan cara-cara tradisional.
Selain mitigasi, Muslim juga mengungkapkan pentingnya pemerintah Indonesia memperluas lahan tanam padi. Sebab lahan tanam yang ada saat ini tidak mencukupi kebutuhan masyarakat.
"Produksi utama beras kita masih rendah. Luas lahan tanam kita di angka 10,2 juta hektare. Padahal idealnya, luas lahan padi itu 500 meter persegi per kapita. Artinya kita, butuh sekitar 14 juta hektare, baru kita bisa memenuhi swasembada pangan," ujarnya.
Untuk mencukupi kebutuhan pangan, Muslim menambahkan, selain strategi jangka pendek, pemerintah perlu mengambil strategi jangka panjang. Misalnya mengembalikan pertanian menjadi program strategis pemerintah. "Kalau kita lihat, kementerian pertanian tidak termasuk ke dalam 10 kementerian dengan anggaran besar. Padahal kita butuh program-program strategis berkelanjutan untuk menjaga ketahanan pangan," ujarnya.
Pemerintah pun bergerak cepat memastikan stabilitas ketersediaan pangan di seluruh wilayah Indonesia dapat terpenuhi menjelang dan selama puasa Bulan Ramadhan, serta Hari Raya Idul Fitri Tahun 2024/1445 H.
Berbagai strategi telah disiapkan pemerintah untuk mengantisipasi lonjakan permintaan dan menjaga harga bahan pokok tetap stabil. Salah satunya melalui Gerakan Pangan Murah (GPM).
Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri, Kementerian Perdagangan, Isy Karim mengatakan GPM menjadi solusi strategis yang bertujuan menstabilkan harga pangan dan meningkatkan akses masyarakat terhadap bahan pangan yang terjangkau.
Isy menjelaskan, ketersediaan bahan pokok, khususnya beras dipastikan aman menjelang Ramadan dan Lebaran tahun ini. Dengan berbagai langkah yang dilakukan pemerintah, dapat menekan harga di pasaran agar lebih terjangkau masyarakat.