REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Intervensi yang cepat dan mudah yang menginspirasi masyarakat untuk melakukan aksi iklim secara langsung adalah hal yang paling penting. Para psikolog dan pembuat kebijakan sangat tertarik untuk mempelajari aksi mana yang dapat membuat perbedaan terbesar. Salah satu eksperimen terbesar yang pernah dilakukan dalam psikologi perubahan iklim menunjukkan bahwa intervensi yang sama memiliki hasil yang berbeda tergantung pada konteks spesifik, dan yang terpenting dukungan dari negara.
Penelitian baru oleh tim internasional yang terdiri dari 250 ilmuwan mempelajari beberapa intervensi lingkungan dan cara seseorang meresponsnya di 63 negara. Di Austria, salah satu cara terbaik untuk meningkatkan perilaku pro-lingkungan yang efektif, seperti meluangkan waktu untuk menanam pohon adalah dengan memberikan informasi kepada masyarakat yang menunjukkan bahwa perubahan iklim sudah terjadi dan berdampak negatif bagi kehidupan masyarakat.
Inilah yang disebut oleh para ilmuwan perilaku sebagai pengurangan jarak psikologis. Pembingkaian ini membuat risiko dan bahaya perubahan iklim terasa lebih nyata dan dapat dirasakan, sehingga mendorong orang untuk bertindak melawannya.
“Namun di Jerman, negara yang memiliki bahasa, budaya dan sejarah panjang yang sama dengan Austria, intervensi yang sama memiliki hasil yang sangat berbeda. Para peserta cenderung kurang percaya terhadap perubahan iklim, cenderung tidak mendukung kebijakan mitigasi perubahan iklim dan cenderung tidak menanam pohon,” kata Associate Professor, Marketing and Social Science, Bocconi University, Chiara Longoni seperti dilansir The Conversation, Selasa (5/3/2024).
Tim peneliti menguji efektivitas 11 strategi yang dirancang untuk meningkatkan kesadaran akan perubahan iklim dan aksi iklim di seluruh dunia. Lebih dari 59 ribu partisipan diperlihatkan salah satu dari 11 intervensi yang dirancang untuk memengaruhi keyakinan mereka terhadap perubahan iklim, seperti menulis surat kepada keponakan atau membaca informasi tentang perubahan iklim seolah-olah dampaknya terjadi sangat dekat dengan pembaca.
Kemudian para peserta disurvei untuk menilai keyakinan mereka terhadap perubahan iklim, dukungan terhadap kebijakan mitigasi, dan keterlibatan mereka dalam berbagai jenis aksi lingkungan, seperti menanam pohon.
Secara keseluruhan, 86 persen orang yang disurvei percaya bahwa perubahan iklim sedang terjadi, merupakan masalah yang berbahaya dan sebagian besar disebabkan oleh manusia. Dukungan terhadap kebijakan mitigasi iklim yang penting diukur pada angka 72 persen.
Ukuran penting lainnya adalah perilaku yang penuh usaha: menyelesaikan tugas yang membosankan, seperti mengidentifikasi kombinasi angka tertentu, dengan imbalan donasi untuk menanam pohon. Lebih dari separuh peserta menanam lebih dari 300 ribu pohon, yang menunjukkan bahwa sebagian besar orang tidak mempermasalahkan perubahan iklim, mereka mendukung kebijakan-kebijakan yang dimaksudkan untuk memitigasi perubahan iklim dan bersedia melakukan apa pun yang mereka bisa untuk menghentikannya.
“Sebelum melakukan eksperimen ini, kami berharap untuk mengetahui intervensi mana yang akan berhasil dalam semua konteks. Namun, kami menemukan beberapa hasil yang sangat menarik yang telah memacu lebih banyak lagi penyelidikan ilmiah dalam domain ini,” kata Longoni.
Ketika peneliti menggabungkan semua data, mereka menemukan bahwa satu intervensi, seperti mengurangi jarak psikologis, bekerja dengan baik di satu konteks tapi kemudian menjadi bumerang di konteks lain, seperti yang terjadi di Austria dan Jerman. Hal ini mungkin disebabkan oleh banyaknya keragaman dalam data.
“Mungkin ada perbedaan lebih lanjut yang belum diperhitungkan oleh data kami. Hal yang lebih rumit lagi, intervensi memiliki efek yang berbeda tergantung pada variabel yang kami targetkan. Jika satu intervensi berhasil meningkatkan kepercayaan terhadap perubahan iklim, maka intervensi tersebut cenderung menjadi bumerang bagi perilaku yang mendukung perubahan iklim,” kata Longoni.
Tidak ada satu solusi pun yang dapat menstimulasi mitigasi perubahan iklim secara internasional. Peraturan dari atas ke bawah dari pembuat kebijakan dan perubahan perilaku individu merupakan bagian penting dari teka-teki ini dan konteks adalah kuncinya.
Para peneliti juga telah menggunakan temuan ini untuk membantu merancang aplikasi intervensi iklim baru yang dapat memberdayakan masyarakat untuk membuat keputusan yang lebih sadar lingkungan di tingkat pemerintah, masyarakat, dan rumah tangga. Berdasarkan kumpulan data yang digunakan dalam penelitian, siapapun dapat mengeksplorasi seberapa efektif intervensi yang dilakukan di negara-negara tertentu, dalam rentang usia tertentu atau bahkan berdasarkan identitas politik, idealnya dengan melihat sampel yang terdiri dari lebih dari 30 orang untuk mendapatkan hasil terbaik.
“Aplikasi yang gratis dan mudah digunakan ini dapat sangat berguna bagi para pembuat kebijakan dan komunikator perubahan iklim. Misalnya, jika Anda ingin mengetahui cara terbaik untuk meningkatkan dukungan kebijakan pada orang Eropa yang berusia di atas 50 tahun, menekankan bagaimana kebijakan tersebut akan memengaruhi generasi mendatang, terutama anak dan cucu mereka, mungkin merupakan pilihan terbaik,” kata Kimberly Doell, peneliti senior Psikologi Lingkungan dan Perubahan Iklim di Universitat Wien.
Studi ini juga memberikan penjelasan baru tentang efektivitas berbagai jenis pesan iklim dan aplikasi ini menawarkan cara-cara praktis untuk membantu memfasilitasi aksi iklim. Dengan menyederhanakan penyebaran intervensi efektif yang lebih tepat sasaran, lebih sedikit waktu dan uang yang terbuang untuk intervensi yang tidak akan berhasil dalam skenario tersebut. Upaya koordinasi di semua tingkat pemerintahan diperlukan untuk mengatasi krisis iklim secara efektif karena waktu adalah hal yang paling penting.