Selasa 05 Mar 2024 13:56 WIB

Telusur Hubungan Keterkaitan Teknologi dan Lesatan Kasus Bullying

Fitur seperti komentar anonim tertutup, memberikan ruang terjadinya bullying.

Red: Setyanavidita livicansera
Sejumlah pelajar menggunakan topeng ekspresi saat mengikuti karnaval Anti Bullying di Salatiga, Jawa Tengah, Sabtu (11/11/2023). Karnaval yang diikuti pelajar sekolah menengah pertama se-Kota Salatiga itu untuk mengajak masyarakat dan antar pelajar agar menghentikan aksi   bullying (merundung) yang kerap terjadi di sekolah.
Foto: Antara/Aloysius Jarot Nugroho
Sejumlah pelajar menggunakan topeng ekspresi saat mengikuti karnaval Anti Bullying di Salatiga, Jawa Tengah, Sabtu (11/11/2023). Karnaval yang diikuti pelajar sekolah menengah pertama se-Kota Salatiga itu untuk mengajak masyarakat dan antar pelajar agar menghentikan aksi bullying (merundung) yang kerap terjadi di sekolah.

REPUBLIKA.CO.ID, oleh SETYANAVIDITA LIVIKACANSERA, jurnalis Republika

Dalam era digital yang terus berkembang, teknologi dan sosial media telah memperluas jangkauan interaksi manusia secara drastis. Namun, di balik kemajuan ini, ada juga fenomena yang memprihatinkan, yakni meningkatnya kasus bullying secara daring.

Baca Juga

Data Unicef di 2022 mencatat bahwa 21 persen anak Indonesia berusia 13-15 tahun yang masuk ke dalam kategori Generasi Z kelahiran tahun 1996-2012 masih mengalami fenomena kekerasan ini.

Ironisnya, 45 persen dari mereka mengatakan bahwa bentuk kekerasan justru dilakukan oleh peer group atau teman-teman mereka di sekolah dalam bentuk cyberbullying via media digital sebagai pola yang dominan. Tidak hanya sekali, pola tersebut justru beberapa kali dialami anak dalam satu bulan, kemudian membentuk rutinitas yang kontinu dan dinormalisasi dalam realitas anak Indonesia.