REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) DPR mengapresiasi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang meminta adanya perubahan terhadap ambang batas parlemen atau parliamentary threshold (PT) sebesar 4 persen. Menurut mereka, ambang batas parlemen yang proporsional sebesar 2,5 persen.
"Kembali ke pengaturan awal, karena parlemen threshold kan yang diterapkan 2,5 persen dan itu tercipta penyederhanaan parpol di parlemen ada sembilan fraksi waktu itu di 2009," ujar Sekretaris Fraksi PPP DPR Achmad Baidowi di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (5/3/2024).
Ia menjelaskan, ambang batas parlemen pertama kali diterapkan pada Pemilu 2009. Sebab pada Pemilu 1999 dan 2004, semua partai politik lolos selama mendapatkan 11 kursi di DPR.
"Kalau tujuannya adalah penyederhanaan parpol di DPR, sama dengan hari ini jumlah fraksinya sama sama sembilan waktu itu. Nah itu (2,5 persen) moderat dan suaranya tidak terlalu banyak terbuang, syukur-syukur nol persen, semakin banyak suara yang tidak sia-sia," ujar Baidowi.
Menurutnya, angka 2,5 persen sangat proporsional dengan tujuan penyederhanaan partai politik dan tidak ada suara rakyat yang terbuang. Namun, perubahan ambang batas parlemen merupakan kewenangan DPR sebagai pembentuk undang-undang.
"Masalahnya MK itu kan memberi kewenangan pada pembentuk undang-undang untuk menghitung ulang, berapa kalkulasi yang cocok untuk penghitungan jumlah angka parliamentary threshold ini," ujar Baidowi.
Diketahui, MK memberi lima poin panduan bagi pembentuk undang-undang dalam menyusun ambang batas parlemen yang baru untuk diberlakukan pada Pemilu 2029 dan seterusnya. Pada Kamis (29/2/2024), MK mengabulkan sebagian permohonan yang diajukan Perludem terkait ambang batas parlemen 4 persen yang diatur Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Pada poin pertama, MK menyatakan ambang batas parlemen harus didesain untuk digunakan secara berkelanjutan. Kedua, perubahan norma ambang batas parlemen tetap dalam bingkai menjaga proporsionalitas sistem pemilu proporsional, terutama untuk mencegah besarnya jumlah suara yang tidak dapat dikonversi menjadi kursi DPR.
"(3) Perubahan harus ditempatkan dalam rangka mewujudkan penyederhanaan partai politik; (4) perubahan telah selesai sebelum dimulainya tahapan penyelenggaraan Pemilu 2029,” urai MK.
Adapun poin kelima adalah perubahan ambang batas parlemen melibatkan semua kalangan yang memperhatikan penyelenggaraan pemilu dengan menerapkan prinsip partisipasi publik yang bermakna, termasuk melibatkan partai politik peserta pemilu yang tidak memiliki perwakilan di DPR.