Selasa 05 Mar 2024 16:25 WIB

Kardinal Ignatius Suharyo Berharap Transformasi Muhammadiyah Berdampak Lebih Luas

Haedar Nashir dinilai melakukan transformasi di Muhammadiyah.

Rep: Rahmat Fajar/ Red: Muhammad Hafil
Ketum PP Muhammadiyah, Prof Haedar Nashir bersama Jusuf Kalla, Susi Pudjiastuti, Ignatius Suharyo dan Abdul Muti dalam Peluncuran Buku Jalan Baru Moderasi Beragama Mensyukuri 66 Tahun Haedar Nashir di Auditorium Perpusnas Nasional, Jakarta, Senin (4/3/2024).
Foto: Republika/Rahmat Fajar
Ketum PP Muhammadiyah, Prof Haedar Nashir bersama Jusuf Kalla, Susi Pudjiastuti, Ignatius Suharyo dan Abdul Muti dalam Peluncuran Buku Jalan Baru Moderasi Beragama Mensyukuri 66 Tahun Haedar Nashir di Auditorium Perpusnas Nasional, Jakarta, Senin (4/3/2024).

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Uskup Agung Jakarta, Kardinal Ignatius Suharyo menilai transformasi di tubuh Muhammadiyah karena bersumber dari sosok pemimpinnya Haedar Nashir. Suharyo mengatakan transformasi yang tumbuh pada sosok Haedar karena bersumber dari penghayatan agama yang otentik. Sehingga sosok Haedar memberikan keteduhan dan rasa aman kepada siapapun.

Suharyo mengaku telah mengenal Haedar beberapa tahun lalu. Kesan ketika baru berjumpa dengan Haedar yaitu sebagai sosok yang teduh dan sederhana. Namun dia mampu melakukan transformasi di tubuh Muhammadiyah.

Baca Juga

"Saya mohon pada Muhammadiyah alangkah indahnya seandainya transformasi berjalan terus itu pengaruhi di lingkungan masyarakat," ujar Suharyo dalam peluncuran buku "Jalan Baru Moderasi Beragama: Mensyukuri 66 Tahun Haedar Nashir" di Auditorium Perpusnas Nasional, Jakarta, Senin (4/3/2024) malam WIB.

Suharyo meyakini apabila transformasi Muhammadiyah menjalar kepada para pejabata maka korupsi akan hilang. Watak korupsi bagi para pejabat akan hilang seiring dengan berjalannya tranformasi di pemerintahan maupun pejabat lainnya.

Sekretaris Umum PP Muhammadiyah, Abdul Mu'ti menambahkan sikap yang dicontohkan oleh Haedar membawa organisasi ini tetap dalam garis perjuangannya. Menurut Mu'ti, Haedar telah lama menyuarakan secara konsisten tentang medorasi. Sebab ia meyakini bahwa ekstrimisme jika dilawan dengan ekstrimisme akan melahirkan ekstrimisme baru.

Mu'ti mengatakan moderasi merupakan sebuah pilihan. Namun dalam praktiknya, menurut Mu'ti selalu ada yang menganggap sikap tersebut merupakan sikap yang tidak jelas.

"Moderasi bukan sikap lembek tapi menempuh prinsip khittah," kata Mu'ti.

Kemudian, lanjut Mu'ti, moderasi bukan sekadar jalan tengah melainkan harus menjadi yang terbaik dan unggul. Dan Hedar, menurut Mu'ti selalu menekankan kepada keunggulan itu. 

 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement