REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Masyarakat negara-negara Asia Tenggara memiliki respons yang berbeda menyikapi pendekatan pertahanan dan keamanan yang dilakukan militer Barat di kawasan tersebut, demikian menurut survei Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI).
Senior Fellow FPCI Shofwan Al Banna Choiruzzad menjelaskan, survei tentang persepsi warga ASEAN terhadap China, India, Jepang, dan Amerika Serikat tersebut secara spesifik meneliti respons masyarakat Asia Tenggara terhadap kerja sama keamanan AUKUS dan Quad serta upaya NATO memasuki kawasan Asia Tenggara.
“Meskipun penting melihat agregasi persepsi di tingkat kawasan, tapi menarik pula melihat situasi di masing-masing negara yang terkadang berbeda,” ucap Shofwan dalam pemaparan hasil survei FPCI yang dipantau secara daring di Jakarta, Selasa.
Survei yang dilakukan bersama Economic Research Institute for ASEAN and East Asia (ERIA) tersebut melibatkan 1.772 responden yang berasal dari kalangan terpelajar, anggota masyarakat, pelaku usaha, dan pejabat dari seluruh 11 negara anggota ASEAN.
Walaupun sebagian besar responden survei mengaku tidak memiliki pandangan tertentu menyikapi AUKUS, kemitraan militer antara Australia, Inggris, dan Amerika Serikat, 32,17 persen dari mereka menganggap AUKUS memperlemah stabilitas kawasan, dan hanya 21,08 persen responden menganggap AUKUS memperkuat stabilitas kawasan.
Respons masyarakat Asia Tenggara terhadap AUKUS juga terbelah, di mana sebagian besar responden Indonesia dan Vietnam bereaksi negatif, sementara responden Filipina dan Kamboja menanggapi positif kemitraan militer tersebut, ucapnya.
Sementara, survei mendapati 25,78 persen responden menganggap Quad yang merupakan dialog keamanan strategis antara Australia, India, Jepang, dan AS, memperkuat stabilitas kawasan, dan hanya 24,8 persen responden meyakini sebaliknya.
Pengajar di Universitas Indonesia itu mengatakan, perbedaan kepentingan antarnegara menjadi salah satu faktor berbedanya pandangan negara-negara di Asia Tenggara terhadap isu keamanan ini.
Selain itu, terkait upaya NATO mengintensifkan kegiatan militernya di perairan Asia Tenggara, survei mendapati sebagian besar responden dari Indonesia, Brunei, Malaysia, Filipina, Singapura, Thailand, dan Vietnam menolak upaya tersebut.
Namun sebaliknya, terkait rencana NATO mendirikan kantor regional di Jepang yang isunya sempat mencuat tahun lalu, Shofwan menyebut hal tersebut hanya ditentang oleh Indonesia dan Malaysia, sementara mayoritas responden Kamboja, Laos, Filipina, dan Timor Leste merespons positif.
Ia mencontohkan bahwa di Indonesia, 38,23 persen responden merespons negatif rencana NATO membuka kantor di Jepang, berkebalikan dengan 28,53 persen yang mendukung usaha tersebut dan 33,24 persen yang menyatakan netral.