Selasa 05 Mar 2024 23:03 WIB

WHO: 8.000 Pasien Perlu Dievakuasi dari Gaza

Evakuasi pasien akan mengurangi beberapa tekanan pada petugas medis dan rumah sakit.

Rep: Mabruroh/ Red: Ani Nursalikah
Pasien ginjal menunggu perawatan di Rumah Sakit Al-Najjar di kamp Rafah, Gaza, Senin (19/2/2024).
Foto: EPA
Pasien ginjal menunggu perawatan di Rumah Sakit Al-Najjar di kamp Rafah, Gaza, Senin (19/2/2024).

REPUBLIKA.CO.ID, GAZA -- Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan pada Selasa (5/3/2024) bahwa diperkirakan 8.000 pasien perlu dievakuasi keluar dari Jalur Gaza yang terkepung. WHO menyuarakan keputusasaan para korban dan tenaga medis akibat perang yang meletus sejak Oktober tahun lalu.

Menurut WHO, dengan memindahkan pasien seperti itu keluar dari Gaza akan mengurangi beberapa tekanan pada petugas medis dan rumah sakit yang berjuang untuk tetap berfungsi di zona perang.

Baca Juga

"Kami memperkirakan 8.000 warga Gaza perlu dirujuk ke luar Gaza," ujar perwakilan WHO di wilayah Palestina, Rik Peeperkorn, mengatakan pada konferensi pers di Jenewa melalui tautan video dari Yerusalem, dilansir dari The New Arab, Selasa (5/3/2024).

Dari 8.000 itu, diperkirakan 6.000 pasien merupakan korban konflik, termasuk pasien dengan beberapa cedera trauma, luka bakar dan amputasi. Sedangkan 2.000 lainnya adalah pasien reguler, mencatat bahwa sebelum perang dimulai, 50 hingga 100 pasien sehari dirujuk dari Gaza ke Yerusalem Timur dan Tepi Barat, di mana sekitar setengahnya adalah pasien kanker.

Hanya 2.293 pasien yang dirujuk ke luar Gaza untuk perawatan medis antara 7 Oktober dan 20 Februari. Peeperkorn mengatakan proses tersebut tidak hanya melibatkan WHO tetapi juga pihak berwenang di Gaza, Israel dan Mesir, ditambah direktur rumah sakit.

“WHO telah mendorong sistem evakuasi medis yang efisien sejak November dan kami tidak mengerti mengapa itu sampai sekarang tidak terjadi,” ujar Peeperkorn.

Dia mengatakan Mesir, negara-negara Timur Tengah lainnya dan beberapa di Eropa telah menawarkan untuk menerima pasien dan teman-teman mereka.

"Kami ingin melihat, dan sedang mendorong, sebuah medevac yang terorganisir dan berkelanjutan. Pertama-tama untuk pasien yang membutuhkannya, dan pantas mendapatkan perawatan yang lebih baik," kata Peeperkorn.

"Tapi itu juga akan membantu untuk menghilangkan beberapa tekanan besar yang sedang terjadi di Gaza oleh layanan kesehatan yang runtuh ini,” tambahnya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement