REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gibah merupakan salah satu perilaku yang tak dianjurkan dalam ajaran Islam. Bahkan, banyak orang mengatakan bahwa bergibah di bulan suci Ramadhan bisa melunturkan pahala berpuasa. Benarkah?
"Di luar bulan puasa saja yang namanya gibah itu suatu dosa yang kita tidak bisa anggap ringan ya," jelas Ustadz Erick Yusuf kepada Republika.co.id pada Selasa (5/3/2024).
Secara umum, gibah merupakan tindakan membicarakan keburukan yang ada pada diri orang lain di saat orang tersebut tidak ada. Gibah bisa mencakup membicarakan keburukan orang yang dikenal maupun orang yang tidak dikenal secara langsung, seperti selebriti atau tokoh terkemuka.
Ustadz Erick mengatakan, larangan untuk bergibah tertuang dalam surat al-Hujurat ayat 12. Ayat tersebut berisikan pesan agar orang-orang yang beriman menjauhi prasangka, mencari-cari kesalahan orang lain, dan menggunjingkan kesalahan orang lain tersebut. Dalam ayat tersebut, orang yang bergibah juga disebut seperti memakan daging bangkai orang yang dia gunjingkan.
"Jadi, betapa Allah mengilustrasikan bahwa hukuman bagi orang-orang yang bergibah itu seperti itu. Besar kan? Itu di luar bulan Ramadhan," ujar Ustadz Erick.
Ustadz Erick mengatakan, Ramadhan merupakan bulan yang disucikan dan dimuliakan. Ibarat memasuki tempat yang suci seperti masjid, sudah seharusnya orang-orang tidak melakukan maksiat atau hal-hal yang buruk di dalamnya. Oleh karena itu, bulan Ramadhan yang suci juga sepatutnya dijalani dengan kesungguhan untuk menghindari perbuatan dosa, termasuk bergibah.
"Jangan kemudian bergibah. Di luar bulan Ramadhan aja Allah marah, apalagi di dalam bulan Ramadhan," ujar Ustadz Erick.
Ketika seorang Muslim bergibah saat menjalani ibadah puasa Ramadhan, Ustadz Erick mengatakan dia tak hanya akan kehilangan pahala puasanya. Selain kehilangan pahala puasa, Muslim tersebut juga bisa menuai dosa.
"Sudah hilang (pahalanya), dosa lagi. Rugi dua kali," ungkap Ustadz Erick.
Membicarakan keburukan orang lain, meski itu fakta, juga bisa membawa dampak yang lebih besar. Ustadz Erick mengatakan, ketika suatu keburukan dibicarakan secara terus-menerus, keburukan tersebut lama-kelamaan bisa terasa "biasa" saja. Lalu karena dianggap biasa, seiring waktu orang-orang bisa dengan mudah meniru keburukan tersebut seakan hal itu bukan masalah.
Di sisi lain, gibah juga bisa berdampak pada pembunuhan karakter dari orang yang digibahkan. Orang yang digibahkan keburukannya dapat merasa bahwa dia tak lagi memiliki peluang untuk bertaubat dan memperbaiki diri. Pada akhirnya, orang yang digibahkan tersebut bisa terjerumus lebih dalam pada keburukan atau kesalahan yang dia perbuat.
Oleh karena itu, Ustadz Erick menganjurkan agar orang-orang menghindari gibah. Saat puasa Ramadhan, ada beberapa hal yang bisa dilakukan oleh Muslim untuk menghindari gibah.
Yang pertama adalah selalu mengingat bahwa dia sedang berpuasa. Sadari bahwa esensi dari berpuasa bukan hanya menahan haus dan lapar, tetapi juga mengendalikan berbagai hawa nafsu, termasuk bergibah. Hal kedua yang bisa dilakukan adalah memperbanyak dzikir ketika sedang berpuasa.
"Sadari bahwa kita sedang berpuasa dan perbanyak dzikir. Itulah sebetulnya penangkal dari segala sesuatu hal buruk yang biasa kita lakukan, misalnya di bulan ramadhan" ujar Ustadz Erick.
Selain itu, Ustadz Erick juga menganjurkan Muslim untuk tidak ikut berkumpul dengan orang-orang yang sedang bergibah. Bila berada di sekeliling orang yang sedang bergibah, Muslim sebaiknya segera menarik diri dan menghindar. Namun bila sudah terlanjur bergibah ketika puasa Ramadhan, hal utama yang perlu dilakukan adalah bertaubat.
"Wallahu a'lam bishawab ya untuk masalah Allah terima atau nggak (tobatnya). Tapi harus segera kita bertobat, artinya kita menyesali apa yang kita perbuat dan kita bertekad untuk tidak mengulanginya lagi," jelas Ustadz Erick.