REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melakukan penilaian terhadap fenomena pemutihan karang (coral bleaching) di kawasan konservasi. Hal itu dilakukan sebagai tindak lanjut atas prediksi National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA) Coral Reef Watch bahwa ada potensi kenaikan suhu air laut pada awal 2024.
Balai Kawasan Konservasi Perairan Nasional (BKKPN) secara bertahap dan kontinyu melakukannya sejak Januari hingga pertengahan Februari 2024 di Kawasan Konservasi Pulau Gili Air, Gili Meno, dan Gili Trawangan (Gili Matra) di Nusa Tenggara Barat, Kawasan Konservasi Laut Banda di Maluku, dan Taman Nasional Perairan Laut Sawu di Nusa Tenggara Timur. Penilaian fenomena coral bleaching dilakukan karena terumbu karang merupakan ekosistem yang sangat penting bagi kehidupan laut dan manusia.
"Coral bleaching dapat mengakibatkan kerusakan ekosistem yang luas dan merugikan bagi kehidupan laut serta sumber daya manusia yang bergantung pada ekosistem karang jika tidak dilakukan langkah-langkah mitigasi dan adaptasi," ujar Direktur Jenderal Pengelolaan Kelautan dan Ruang Laut (Ditjen PKRL) KKP Victor Gustaaf Manoppo di Jakarta, Rabu (6/3/2024).
Sementara itu, Kepala BKKPN Kupang Imam Fauzi mengatakan hasil penilaian cepat menunjukkan rata-rata tingkat pemutihan karang keras hidup pada seluruh bentuk pertumbuhan karang di Kawasan Konservasi Pulau Gili Matra kurang dari 25 persen. Namun, ada beberapa lokasi yang mengalami pemutihan mencapai 50-75 persen bahkan lebih dari 75 persen, yakni Bounty Wreck (sebelah Blbarat Pulau Gili Meno) dan Sunset Reef (sebelah selatan Pulau Gili Trawangan).
Kondisi pemutihan karang di Kawasan Konservasi Laut Banda berdasarkan penilaian cepat yang dilakukan di Site Lava Flow dan Miniatur Banda menunjukkan secara umum berkisar kurang dari 25 persen. Pada kondisi ini, karang bercabang masih dalam tahap memucat sebagai dampak dari terpapar kejadian pemutihan karang. Selain itu, biota lain yang juga mengalami pemutihan adalah anemone dan sponge.