Rabu 06 Mar 2024 17:16 WIB

Bawaslu Pertanyakan Berapa Lama KPU Setop Tayangan Real Count di Sirekap

Bawaslu hanya merekomendasikan penghentian real count sementara waktu.

Rep: Febryan A/ Red: Teguh Firmansyah
Ketua Bawaslu Rahmat Bagja
Foto: Republika/Bayu Adji P
Ketua Bawaslu Rahmat Bagja

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI, Rahmat Bagja mengakui bahwa mereka memang yang dulu merekomendasikan agar tayangan real count atau raihan suara sementara di laman publikasi Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap) KPU dihentikan. Namun, Bawaslu hanya merekomendasikan penghentian sementara waktu.

Hal itu disampaikan untuk merespons kebijakan KPU RI yang menghentikan penayangan real count sejak Selasa (5/3/2024) malam. Bagja mempertanyakan apakah penyetopan tayangan real count itu bersifat sementara atau permanen. 

Baca Juga

"Kan kita minta dulu diberhentikan sementara untuk memperbaiki (permasalahan sistem). Pertanyaannya sekarang, diberhentikan sementara atau bagaimana?" kata Bagja kepada wartawan di Kantor Bawaslu RI, Jakarta Pusat, Rabu (6/3/2024).

Bagja menyebut, apabila penyetopan bersifat sementara, maka KPU harus menjelaskan berapa lama durasinya. Ia menyayangkan apabila penayangan dihentikan permanen karena KPU sudah mengeluarkan biaya untuk membangun aplikasi Sirekap.

"Nah sekarang kan sudah dihentikan, berapa lama pertanyaannya? Jangan juga sistem (Sirekap) yang sudah dibangun itu tidak (dipakai) untuk menampilkan apa yang seharusnya ditampilkan," kata Bagja.

Bawaslu diketahui sudah tiga kali meminta KPU menghentikan penayangan real count untuk sementara waktu. Salah satunya tertera dalam surat rekomendasi Bawaslu kepada KPU RI tertanggal 17 Februari 2024, yang salinan digitalnya Republika dapatkan.

Dalam surat yang diteken Bagja itu, Bawaslu menerangkan bahwa mereka menemukan perbedaan angka raihan suara di situs publikasi Sirekap dengan angka asli di formulir C.Hasil plano (dokumen resmi hasil penghitungan suara di TPS). Bawaslu menyatakan, meski KPU telah melakukan perbaikan atas kesalahan angka tersebut, tapi di media sosial tetap saja beredar data sebelum perbaikan sehingga menimbulkan kabar bohong.

"Bawaslu meminta KPU untuk menghentikan terlebih dahulu penayangan informasi mengenai data perolehan suara, namun tetap melanjutkan Form Pindai Model C.Hasil diunggah pada https://pemilu2024.kpu.go.id, sampai kendala sistem pada Sirekap dapat membaca data yang tertera pada Form Model C hasil secara akurat," demikian bunyi salah satu poin saran perbaikan Bawaslu dalam surat tersebut.

Adapun KPU menyatakan bahwa tayangan real count dihentikan permanen. KPU hanya akan melanjutkan publikasi formulir C.Hasil dan D.Hasil (dokumen resmi hasil rekapitulasi suara) di laman pemilu2024.kpu.go.id. Dua jenis formulir itu merupakan bukti otentik yang digunakan untuk menetapkan hasil resmi raihan suara peserta pemilu.

"Kini kebijakan KPU hanya menampilkan bukti otentik perolehan suara peserta pemilu," kata Komisioner KPU RI Idham Holik ketika ditanya alasan di balik penyetopan tayangan real count Sirekap, Selasa malam.

Sebagai gambaran, real count KPU dilakukan menggunakan serangkai proses lewat aplikasi Sirekap. Pertama, petugas KPPS memfoto C.Hasil plano, lalu diunggah ke aplikasi Sirekap.

Lantas, teknologi optical character recognition (OCR) yang tersemat di aplikasi itu mengkonversi raihan suara dari format gambar menjadi teks. Hasil konversi dari semua TPS selanjutnya diakumulasikan menjadi real count, lalu diunggah di laman pemilu2024.kpu.go.id.

Di laman tersebut, biasanya ditampilkan total raihan suara pasangan capres-cawapres secara nasional maupun di setiap provinsi. Tayangan hasil penghitungan suara sementara itu dilengkapi grafik lingkaran. 

Di laman yang sama, biasanya ditampilkan total raihan suara partai politik secara nasional, per provinsi, ataupu per daerah pemilihan. Penayangan dilengkapi diagram batang. Selain itu, ditampilkan pula total raihan suara caleg.

Berdasarkan pantauan Republika pada Selasa malam, sudah tidak ada lagi data total raihan suara capres-cawapres, partai politik untuk Pileg DPR RI, partai politik untuk Pileg DPRD, partai politik untuk Pileg DPRD kabupaten/kota, ataupun calon anggota DPD.

Di website tersebut kini hanya tersedia dokumen C.Hasil dan D.Hasil. Publik bisa mengunduh formulir tersebut untuk mengecek satu per satu raihan suara peserta pemilu.

Idham menjelaskan, penayangan total raihan suara atau real count dihentikan karena menimbulkan polemik. Sebab, ketika teknologi OCR salah mengkonversi foto C.Hasil menjadi teks, maka akan terjadi pula kesalahan total raihan suara. Kesalahan tersebut akhirnya memunculkan prasangka di tengah masyarakat.

"Ketika hasil pembacaan teknologi Sirekap tidak atau kurang akurat dan belum sempat diakurasi oleh uploader (KPPS) dan operator Sirekap KPU Kab/Kota, akan jadi polemik dalam ruang publik yang memunculkan prasangka," kata Idham.

Dalam kesempatan sebelumnya, Idham menegaskan bahwa total raihan suara di laman publikasi Sirekap bukanlah acuan dalam menetapkan hasil pemilu. Penetapan raihan suara resmi peserta pemilu mengacu ke hasil rekapitulasi manual berjenjang.

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement