REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Afrika akan kekurangan 2,5 triliun dolar AS dari dana yang dibutuhkan untuk mengatasi perubahan iklim pada tahun 2030, menurut PBB. Kondisi ini sangat mengkhawatirkan, terlebih benua tersebut paling sedikit menyumbang terhadap emisi gas rumah kaca.
Afrika hanya menarik dua persen dari investasi global di bidang energi bersih, namun membutuhkan 2,8 triliun dolar AS investasi di sektor ini pada tahun 2030. Hal ini diungkap kepala ekonom Komisi Ekonomi PBB untuk Afrika, Hanan Morsy, pada sebuah konferensi di Victoria Falls, Zimbabwe, dan memperingatkan akan konsekuensi dari kekurangan dana.
"Kita berada dalam lingkaran setan dengan kekurangan investasi yang meningkatkan risiko eksposur dan memperburuk dampak, semakin mengikis ruang fiskal dan meningkatkan biaya keuangan," ujar Morsy seperti dilansir Reuters, Kamis (7/3/2024).
Meskipun menghasilkan emisi yang rendah dibandingkan dengan benua lain, jelas Morsy, perubahan iklim merugikan negara-negara Afrika sebesar lima persen dari produk domestik bruto (PDB) setiap tahunnya.
Secara rata-rata, setiap orang Afrika menghasilkan 1,04 ton emisi karbon dioksida pada tahun 2021, kurang dari seperempat dari rata-rata global, demikian temuan laporan gabungan PBB-Uni Afrika tahun lalu.
Laporan tersebut mengatakan bahwa tingkat rata-rata pemanasan di Afrika adalah 0,3 derajat Celcius per dekade pada periode 1991-2022, dibandingkan dengan 0,2 derajat di dunia secara keseluruhan.
"Situasi ini diperparah oleh utang publik yang besar," kata Morsy, seraya menambahkan bahwa negara-negara Afrika membayar bunga utang 1,7 persen lebih tinggi daripada negara-negara lain.
"Negara-negara Afrika menghabiskan lebih banyak uang untuk membayar utang mereka daripada untuk aksi iklim,” tegas Morsy.
Banyak pembicara dalam konferensi UNECA menyerukan reformasi arsitektur keuangan global. "Kita harus mengatasi masalah persepsi risiko dan peringkat kredit yang tidak adil, yang menawarkan pilihan pinjaman terbatas ke Afrika," ujar Sekretaris Eksekutif UNECA, Claver Gatete.
Gatete mengutip data dari Program Pembangunan PBB yang memperkirakan bahwa subjektivitas peringkat kredit telah merugikan Afrika hingga 74,5 miliar dolar AS.