REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Prasangka buruk terhadap orang lain merupakan sikap tercela dan dapat merugikan diri sendiri. Biasanya, orang yang mudah berprasangka buruk ialah orang yang jauh dari Allah SWT.
Sehari-harinya melakukan maksiat, jarang beribadah, jarang berdzikir, dan jarang melakukan sunnah Rasulullah SAW. Sehingga keadaan hatinya menjadi kotor yang membuatnya mudah berprasangka buruk terhadap orang lain.
Allah SWT. berfirman sebagai berikut:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اجْتَنِبُوْا كَثِيْرًا مِّنَ الظَّنِّۖ اِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ اِثْمٌ وَّلَا تَجَسَّسُوْا وَلَا يَغْتَبْ بَّعْضُكُمْ بَعْضًاۗ
Wahai orang-orang yang beriman! Jauhilah banyak dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah ada di antara kamu yang menggunjing sebagian yang lain. (QS. Al-Hujurat: 12).
Menurut firman di atas, Allah menegaskan kepada umat Muslim untuk menjauhi prasangka buruk, karena prasangka buruk termasuk sikap tercela.
Berprasangka buruk adalah kecenderungan untuk mengasumsikan hal-hal yang negatif atau tidak baik tentang orang atau situasi, tanpa cukup bukti atau pemahaman yang memadai. Kebiasaan ini bisa memiliki dampak yang merugikan, baik secara pribadi maupun sosial.
Bahaya berprasangka buruk adalah sebagai berikut:
Pertama, terjadi penilaian yang tidak adil
Ketika seseorang sudah memiliki prasangka negatif terhadap orang atau situasi tertentu, mereka cenderung untuk melihat segala sesuatu dari sudut pandang yang negatif, bahkan jika ada bukti yang menunjukkan sebaliknya.
Hal ini dapat menyebabkan ketidakadilan dalam interaksi sosial, keputusan yang tidak tepat, dan konflik yang tidak perlu.
Selain itu, berprasangka buruk juga dapat merusak hubungan antarmanusia. Ketika seseorang selalu mengasumsikan yang terburuk tentang orang lain, itu bisa membuat orang lain merasa tidak dihargai atau tidak dipercaya.
Hubungan yang sehat dan produktif membutuhkan dasar kepercayaan dan saling pengertian, yang sulit terwujud jika terus-menerus ada prasangka negatif yang menghalangi komunikasi dan kerja sama.
Muhammad Al-Habsyi merespons terkait bahayanya berprasangka buruk yang diungkapkan pada kanal Youtubenya pada Januari lalu. Ia mengatakan, berprasangka buruk bisa dihindari dengan beberapa cara yaitu membangun mental untuk melihat kebaikan orang lain, dan belajar membersihkan hati.
Setiap kali mendengar kejelekan orang lain, kita harus selalu mengingat sisi kebaikan orang tersebut. Sehingga tidak timbul prasangka buruk yang mengakibatkan dosa.
Kedua, belajar membersihkan hati
Rasulullah SAW bersabda:
“Ketahuilah sesungguhnya di dalam tubuh ini ada segumpal daging. Jika ia baik, maka baiklah seluruh anggota tubuh dan jika rusak, maka rusaklah seluruh anggota tubuh. Ketahuilah ia adalah hati.” (HR. Al-Bukhari).
Dengan demikian, sikap seseorang tergantung dari kondisi hatinya. Jika seseorang memiliki hati yang bersih, maka tidak akan mudah berprasangka buruk terhadap orang lain. Tapi sebaliknya, jika keadaan hati seseorang kotor, maka setiap tindakannya bisa merugikan orang lain, selalu berprasangka buruk terhadap orang lain, terhadap diri sendiri, dan Allah SWT.