Kamis 07 Mar 2024 18:07 WIB

JK Serahkan ke Ketum Parpol Soal Keputusan Jadi Oposisi

Mantan Wapres Jusuf Kalla menyerahkan ke ketum parpol soal keputusan jadi oposisi.

Rep: Nawir Arsyad Akbar/ Red: Bilal Ramadhan
Wapres RI ke-10 dan ke-12 Jusuf Kalla (JK). Mantan Wapres Jusuf Kalla menyerahkan ke ketum parpol soal keputusan jadi oposisi.
Foto: Republika/Eva Rianti
Wapres RI ke-10 dan ke-12 Jusuf Kalla (JK). Mantan Wapres Jusuf Kalla menyerahkan ke ketum parpol soal keputusan jadi oposisi.

REPUBLIKA.CO.ID, DEPOK -- Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 Republik Indonesia Muhammad Jusuf Kalla (JK) mengatakan, bukan kewenangannya untuk memutuskan sikap dari partai politik pengusung Anies Rasyid Baswedan-Abdul Muhaimin Iskandar. Termasuk bukan ranahnya untuk menyampaikan Partai Nasdem, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) untuk menjadi oposisi atau tidak.

"Saya tidak punya hak untuk mengatakan itu, karena partai masing-masing punya pilihan. Seperti saya katakan, tujuan partai itu ingin memerintah, bukan untuk jadi oposisi, jadi ada banyak cara," ujar JK di Kompleks Universitas Indonesia (UI), Depok, Kamis (7/3/2024).

Baca Juga

"Di samping itu, pemerintah juga ingin pemerintahnya juga mayoritas, ini masalah politik pemerintahan," sambungnya.

Sebelumnya dalam forum diskusi di UI, JK  memandang wajar jika partai politik bersikap pragmatis setiap usainya pemilihan umum (Pemilu). Hal tersebut ia alami pada Pemilu 2014, saat Partai Golkar tak mengusung dirinya dengan Joko Widodo (Jokowi), tetapi akhirnya bergabung dengan koalisi pemerintahan.

"Begitu menang kita, bergabung Golkar itu, itu biasa aja politik itu," ujar JK dalam sambutannya.

Ia mengatakan, tidak ada satupun partai politik yang didirikan untuk menjadi oposisi atau lawan dari pemerintah. Oposisi adalah kecelakaan bagi partai politik yang selalu pragmatis dalam mengambil keputusan.

"Sekali lagi tidak ada partai yang didirikan atau mau jadi oposisi, oposisi bagi partai adalah kecelakaan. Jadi karena itu banyak pragmatis," ujar JK.

"Sering orang bertanya kita, bagaimana menjalin demokrasi yang tepat? ya demokrasi jangan mencontoh yang sekarang ini, tapi demokrasi yang punya makna demokrasi, yang punya cara yang baik untuk bangsa ini," sambungnya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَلَقَدْ اَرْسَلْنَا رُسُلًا مِّنْ قَبْلِكَ مِنْهُمْ مَّنْ قَصَصْنَا عَلَيْكَ وَمِنْهُمْ مَّنْ لَّمْ نَقْصُصْ عَلَيْكَ ۗوَمَا كَانَ لِرَسُوْلٍ اَنْ يَّأْتِيَ بِاٰيَةٍ اِلَّا بِاِذْنِ اللّٰهِ ۚفَاِذَا جَاۤءَ اَمْرُ اللّٰهِ قُضِيَ بِالْحَقِّ وَخَسِرَ هُنَالِكَ الْمُبْطِلُوْنَ ࣖ
Dan sungguh, Kami telah mengutus beberapa rasul sebelum engkau (Muhammad), di antara mereka ada yang Kami ceritakan kepadamu dan di antaranya ada (pula) yang tidak Kami ceritakan kepadamu. Tidak ada seorang rasul membawa suatu mukjizat, kecuali seizin Allah. Maka apabila telah datang perintah Allah, (untuk semua perkara) diputuskan dengan adil. Dan ketika itu rugilah orang-orang yang berpegang kepada yang batil.

(QS. Gafir ayat 78)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement