Kamis 07 Mar 2024 21:30 WIB

Menkop UKM: UMKM Indonesia Belum Terkoneksi dengan Industri

Di negara lain, UMKM umumnya lebih produktif dan terhubung dengan rantai industri.

Red: Lida Puspaningtyas
Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki didampingi PJ Gubernur Jawa Barat Bey Machmudin, dan Bupati Kabupaten Bandung Dadang Supriatna meninjau booth koperasi dan Usaha kecil menengah (UKM) saat meresmikan Gedung Pusat Layanan Usaha Terpadu (PLUT) di Soreang, Kabupaten Bandung, Senin (23/10/2023). Dalam kunjungan kerjanya itu, Teten meminta pemerintah daerah (Pemda) baik Provinsi, Kota dan Kabupaten agar mensinergikan program hilirisasi UMKM yang sudah dicanangkan pemerintah pusat. Setiap UMKM yang ada di kota atau kabupaten mulai didorong untuk menjadi rantai utama pemasok ke sektor Industri.
Foto: Edi Yusuf/Republika
Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki didampingi PJ Gubernur Jawa Barat Bey Machmudin, dan Bupati Kabupaten Bandung Dadang Supriatna meninjau booth koperasi dan Usaha kecil menengah (UKM) saat meresmikan Gedung Pusat Layanan Usaha Terpadu (PLUT) di Soreang, Kabupaten Bandung, Senin (23/10/2023). Dalam kunjungan kerjanya itu, Teten meminta pemerintah daerah (Pemda) baik Provinsi, Kota dan Kabupaten agar mensinergikan program hilirisasi UMKM yang sudah dicanangkan pemerintah pusat. Setiap UMKM yang ada di kota atau kabupaten mulai didorong untuk menjadi rantai utama pemasok ke sektor Industri.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki mengatakan bahwa ekspor produk UMKM Indonesia masih rendah karena rendahnya produktivitas UMKM dan belum terkoneksi dengan industri besar.

Saat berbicara dalam BRI Microfinance Outlook 2024 di Jakarta, Kamis, Teten mengatakan bahwa struktur usaha di Indonesia didominasi oleh UMKM, dengan jumlah usaha besar kurang dari 1 persen.

Baca Juga

Proporsi ini, kata Teten, relatif sama dengan negara lain. Namun, yang membedakan UMKM Indonesia dengan negara lain adalah tingkat produktivitas. Di negara lain, kata Teten, UMKM umumnya lebih produktif dan terhubung dengan rantai pasok industri besar.

"Di negara kita, sebagian besar pelaku UMKM itu adalah usaha mikro dan informal. Mereka lebih ke ekonomi subsistek, bukan bagian dari rantai pasok usaha besar atau industri," jelas Teten.

Ekonomi subsistek adalah sistem ekonomi, di mana individu atau kelompok memproduksi barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka sendiri, bukan menjalankan bisnis.

Berdasarkan data Kemenkop pada 2021, struktur usaha di Indonesia didominasi usaha mikro dengan persentase 99,62 persen, usaha kecil 0,30 persen, usaha menengah 0,06 persen, dan usaha besar 0,01 persen.

Kontribusi UMKM terhadap produk domestik bruto (PDB) mencapai 60,5 persen dan mampu menyerap tenaga kerja hingga 97 persen dari total tenaga kerja nasional. Sementara itu, kontribusi UMKM terhadap ekspor non migas masih tergolong rendah, yaitu hanya 15,7 persen.

Teten menjelaskan aspek pembiayaan menjadi penting bagi UMKM. Namun, 47 persen kebutuhan pembiayaan UMKM belum terlayani oleh lembaga jasa keuangan, berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada 2021.

"Masalah terbesar kita adalah kesulitan mengurus UMKM, termasuk memberikan akses pembiayaan," kata Teten.

"UMKM kita tak terhubung dengan industri, rantai pasok, tidak ada kepastian pasar, tidak ada transfer teknologi,” sambung dia.

Teten menyampaikan perlunya afirmasi dan kesungguhan pemerintah dan semua pemangku kebijakan untuk memberikan kemudahan pembiayaan bagi UMKM pada sektor produktif, terutama pertanian, perikanan, peternakan, dan perkebunan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement