REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur, KH. Moh Hasan Mutawakkil Allallah mengingatkan masyarakat agar mempunyai pemahaman yang tepat soal literasi kegamaan. Termasuk dalam penyematan gelar Gus atau Kiai terhadap nama seseorang.
Kiai Mutawakkil mengingatkan, sebutan yang kurang tepat, akan berakibat tak baik pada orang lain, bahkan institusi keagamaan. "Seperti nyebut Samsudin dengan Gus atau penggunaan gelar kiai dan seterusnya," kata Kiai Mutawakkil kepada Republika, Kamis (7/3/2024) malam.
Kiai Mutawakkil menegaskan, penyematan gelar Gus di nama Samsudin Jadab sangat tidak tepat. Baik dilihat dari sanad keilmuan maupun silsilah nasabnya, Samsudin tidak layak menyandang gelar Gus.
"Terkait kasus Samsudin, maka yang bersangkutan tidak tepat bila disematkan namanya dengan Gus. Baik dari aspek sanad keilmuannya maupun silsilah nasabnya," ujarnya.
Bahkan, lanjut Kiai Mutawakkil, tempat yang dikelola Samsudin di Blitar tidak tepat disebut sebagai pesantren. Sebab, kata dia, pada awalnya tempat tersebut adalah padepokan pengobatan alternatif. Kemudian yang bersangkutan merekrut beberapa ustadz untuk ditempatkan di sana.
"Serta tidak tepat dikatakan pesantren karena tidak sesuai standar sebagai lembaga pesantren. Serta tidak terdaftar di RMI maupun Kementerian Agama," ucapnya.
Kiai Mutawakkil pun mengapresiasi aparat kepolisian yang telah menangkap dan menetapkan Samsudin sebagai tersangka kasus pembuatan konten aliran sesat yang membolehkan tukar pasangan. Ia berharap, aparat kepolisian dapat mengusut tuntas kejahatan yang dilakukan Samsudin.